Liputan6.com, Atlanta - Tidak semua zat gizi dan mineral yang diperlukan manusia dapat diciptakan sendiri di dalam tubuh. Itulah sebabnya makin banyak orang yang mengonsumsi suplemen. Namun ternyata, sumplemen makanan memiliki efek samping yang tidak dapat diremehkan.
Jurnal Kedokteran terkemuka The New England Journal of Medicine menampilkan angka-angka yang mengkhawatirkan. Data dari para peneliti di dua lembaga kesehatan AS, yaitu Center for Disease Control (CDC) yang menangani pengendalian penyakit dan Food and Drugs Administration (FDA) yang mengawasi obat dan makanan merangkum yisir data dari 63 rumah sakit di seluruh AS. Data yang dipelajari berasal dari data antara tahun 2004 hingga 2013.
Baca Juga
Para peneliti mencari kejadian yang oleh para dokter disebut sebagai akibat dari pemakaian suatu jenis suplemen, baik yang berasal dari tanaman maupun jenis asam amino. Perlu dicatat, bahwa para peneliti tersebut tidak memasukan data terkait minuman energi maupun teh.
Advertisement
Dari 3.667 kasus yang ketahuan, diperkirakan ada 18.611 hingga 27.298 orang yang harus dikirim ke IGD karena pemakaian suplemen. Hampir 90% kasus terkait dengan penggunaan suplemen tunggal, bukan yang dicampur. Namun demikian, para pakar yang tidak terlibat dalam penelitian sepakat bahwa angka-angka tersebut terlalu tinggi.
Pieter Cohen, MD, seorang asisten profesor di Harvard Medical School mengatakan, “Angkanya mengkhawatirkan.” Ia juga seorang yang mempelajari keamanan suplemen diet.
Tapi tidak selalu demikian kenyatannya. Sang profesor pernah didatangi seorang pasien, wanita yang berusia 40-an. Ia datang karena serangan jantung yang dibarengi dengan tekanan darah yang sangat rendah, padahal wanita itu tidak memiliki faktor risiko yang kelihatan.
Belakangan, seorang dokter magang menanyai apakah wanita itu mengkonsumsi vitamin atau suplemen diet. “Ternyata wanita itu sedang menggunakan suplemen susut berat yang kemudian diuji dan kedapatan mengandung sejumlah obat.”
Siapa yang paling rentan?
Kaum dewasa muda berusia antara 20 hingga 34 tahun, dan kaum wanita, adalah mereka yang paling berisiko. Produk untuk penurunan berat dan penambah energi paling sering menjadi penyebab di antara kelompok usia ini. Secara umum, kaum wanita lebih banyak terdampak daripada kaum pria.
Para pengguna suplemen paling banyak mengeluhkan adanya masalah jantung seperti nyeri dada, irama jantung tak beraturan, dan denyut yang lemah.
Para penulis penelitian ini menggarisbawahi bahwa ada lebih banyak kunjungan dokter untuk persoalan jantung terkait dengan suplemen makanan dibandingkan yang terkait dengan obat stimulan dengan resep, yang biasanya memiliki label peringatan.
Bukan hanya itu, orang yang berusia di atas 65 tahun lebih sering harus dirawat inap setelah menggunakan suplemen makanan. Jumlahnya sekitar sepertiga dari seluruh pasien rawat inap usia 65 tahun ke atas.
Sepertiga dari jumlah tersebut harus dirujuk ke IGD karena persoalan menelan suplemen mereka, baik yang merasa tercekat hingga yang tercekik. Pihak FDA telah mengeluarkan anjuran mengenai ukuran obat resep, tapi hal itu tidak berlaku untuk suplemen.
Kelompok lain yang terdampak risiko suplemen diet adalah anak-anak. Dalam seperlima kunjungan IGD, pasiennya adalah anak-anak yang belum berusia sekolah. Kebanyakan mengkonsumsi pil ketika orangtua atau pengasuhnya sedang tidak melihat.
Terkait hal ini, pihak FDA menganjurkan agar orangtua menjauhkan suplemen diet dan obat-obatan lain dari pandangan dan jangkauan anak-anak.
Khusus untuk kaum lanjut usia, mereka harus menanyakan kepada dokter mengenai perlunya minum suplemen. Jika pilnya terlalu besar, bisa meminta supaya obatnya dibelah, atau dalam bentuk yang lebih mudah dicerna, misalnya dalam bentuk cairan ataupun kunyahan. (Alx)
Advertisement