Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait menegaskan hukuman mati bisa saja dijatuhkan kepada pelaku kekerasan seksual pada anak. Hal itu dikatakan Arist pada seminar `Deteksi Dini dan Penanganan Terkini Kekerasan Seksual pada Anak`, Kamis (22/10/2015) di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerjan, Jakarta Barat.
"Hukuman mati bisa saja dijatuhkan bila ada rangkaian kejahatan berencana di dalamnya. Misal setelah disodomi, dia dibunuh, dibuang, dan sebagainya," tutur Arist kepada wartawan.
Baca Juga
Dia juga mengatakan, komitmen pemerintah patut diapresiasi untuk segera mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) tentang hukuman kebiri kimia atau kastrasi untuk predator anak.
Advertisement
"Hukuman itu supaya jadi warning (peringatan) pada pelaku-pelaku yang sekarang tersembunyi. Di luar negeri sudah banyak yang menerapkan," tutur Arist kepada awak media.
Jerman, Polandia dan Korea Selatan telah menerapkan hukuman kastrasi ini. Kastarsi bakal 'membunuh' hasrat atau libido seksual seseorang tanpa menghilangkan organ kelamin. "Kalau di Inggris sudah dipasangkan sebuah chip pada pelaku agar bisa dipantau kegiatannya," pungkas Arist.
Berikut 3 tuntutan KPAI yang bisa dimasukkan dalam Perppu tentang kekerasan seksual pada anak:
1. Menambahkan hukuman menjadi maksimal seumur hidup dan minimal 15 tahun, ditambah pemberat berupa suntik kimia (kastrasi) seumur hidup minimal 15 tahun.
2. Social punishment atau hukuman sosial. Gambar atau foto dari wajah-wajah pelaku bisa disebar di tempat umum agar dikenali.
3. Kekerasan anak harus ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa setara dengan korupsi, terorisme, dan kasus narkoba.