Sukses

Risiko Alzheimer Bisa Diprediksi dengan Teknologi Ini

Teknologi 'virtual reality' membuka cakrawala baru dalam dunia kedokteran, misalnya untuk memprediksi kemungkinan orang terkena Alzheimer's.

Liputan6.com, Bonn - Teknologi ‘virtual reality” biasanya dikaitkan dengan permainan komputer, hiburan, ataupun penerapan militer. Namun, sejumlah peneliti di Jerman mengungkapkan penggunaannya untuk memprediksi kemungkinan penyakit Alzheimer pada seseorang. Dengan penggunaan cara virtual reality (VR) ini, penyakit Alzheimer dapat dideteksi puluhan tahun sebelum muncul.

Penelitian di Jerman ini melibatkan sejumlah orang berusia 18 hingga 30 tahun yang diminta untuk ‘berkelana’ di dalam labirin untuk menguji fungsi tertentu pada sel-sel otak.

Menurut para ilmuwan syaraf dari Jerman, orang-orang yang memiliki risiko genetik tinggi untuk Alzheimer dapat dikenali dari hasil ‘perjalanan’ mereka.

Di bawah pimpinan Lukas Kunz, para ilmuwan yang bernaung di bawah Pusat Penyakit Syaraf Degeneratif Jerman di Bonn mengatakan bahwa kelompok yang memiliki risiko tinggi akan berkelana di dalam labirin secara berbeda. Bersamaan dengan itu, ada juga penurunan fungsi jenis sel tertentu dalam otak yang terlibat dalam navigasi ruang.

Seperti dilansir dari BBC pada hari ini (23/10/2015), temuan ini dapat memberikan penjelasan mengapa orang yang pikun (dementia) mengalami kesulitan melakukan navigasi di dunia sekeliling mereka.

Para ilmuwan itu melaporkan dalam Science, “Hasil-hasil yang kami dapatkan memberikan kerangka kerja mendasar yang baru bagi penelitian pra-klinis tentang Alzheimer’s dan bisa saja memberikan penjelasan secara neurokognitif mengenai disorientasi ruang pada penyakit Alzheimer.”

Faktor keturunan memang berperan dalam kepikunan, namun pengaruhnya rumit untuk ditelaah karena masih banyak yang tidak diketahui.

Dr. Laura Phipps dari Alzheimer's Research mengatakan bahwa penelitian terkini tersebut fokus kepada orang-orang muda yang sehat namun memiliki risiko tinggi secara genetika terkait penyakit Alzheimer ini. Dengan demikian, orang-orang muda ini ditengarai telah mengalami gangguan navigasi ruang bahkan puluhan tahun sebelum penyakitnya muncul.

Ia menambahkan, “Walaupun kita tidak mengetahui apakah orang-orang muda ini nantinya akan benar-benar menderita Alzheimer, pengenalan dini perubahan-perubahan dalam otak terkait dengan faktor risiko secara genetika merupakan hal penting guna membantu para peneliti untuk mengerti lebih mendalam mengapa ada sejumlah orang yang mungkin lebih rentan terkena penyakit ini di masa tuanya.

“Faktor-faktor risiko untuk penyakit Alzheimer ini beragam, misalnya usia, genetika, dan gaya hidup. Penelitian ini penting untuk memungkinkan kita mengerti bagaimana tiap-tiap faktor itu dapat memberikan andil kepada risiko seseorang terkena penyakit ini”. (Alx)