"Bapak, saya sangat terinspirasi sekali dengan kisah Bapak. Boleh saya foto dengan Bapak sebentar?," tanya wanita cantik ini sopan. Dialah Tere, musisi perempuan pegiat kampanye anti rokok yang hadir dalam kampanye bertajuk #SuaraTanpaRokok.
Liputan6.com, Jakarta - Semua orang mencuri-curi pandang kepada Manat Hiras Panjaitan, yang duduk paling depan dalam acara kampanye anti rokok di aula Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu. Beberapa di antaranya mencoba mengajak berbicara pada pria 69 tahun tersebut, yang telah kehilangan pita suara akibat kanker tenggorokan.
Mereka yang mendengarkannya berbicara terhenyak diam. Parau dan bergetar seperti tokoh Optimus Prime dalam film Transformer. Manat sesekali memegangi lehernya yang tertutup kain putih, tempat alat bantu pernafasan tertancap di tenggorokannya.
Advertisement
Manat hadir sebagai undangan di sebuah pameran cerita foto untuk berbagi kisah dan komitmennya kepada mahasiswa serta aktivis anti rokok dalam kampanye tersebut. Dia hanyalah salah satu korban paparan rokok yang hadir menceritakan pengalaman nyata sebagai perokok pasif.
Kisah Manat pernah diangkat dalam iklan layanan masyarakat Kementerian Kesehatan RI untuk kesadaran dampak kesehatan merokok. Awal cerita ketika ayah 4 empat anak ini mulai merokok sejak bangku SMP.
Selain merokok, rupanya dahulu dia kerap memancing sambil membakar tembakau, agar asap bernikotin itu bisa menghalau nyamuk dan lintah. Barulah pada 2009, Mahat divonis kanker tenggorokan stadium tiga oleh dokter.
"Ketika saya masih ragu untuk operasi, dokter berkata 'Operasi sekarang atau siap masuk liang kubur'. Yah, bukan pilihan yang sulit pada akhirnya," tutur Manat.
Saat ini Manat mendedikasikan dirinya untuk menjadi seorang pejuang anti rokok dalam Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI). Cerita Manat dan korban paparan rokok lainnya, dituangkan dalam bentuk pameran foto Kolase Bicara: Kisah Para Korban Rokok, di Gedung Dewi Sartika, UNJ, yang dipamerkan untuk publik sampai dengan 20 November 2015.