Sukses

Cacing Pita Kena Tumor, Pria Ini Meninggal Dunia

Kasus tumor pada pasien ini sangat tidak biasa. Ketika DNA tumor diperiksa, ternyata tumor ini berasal dari cacing pita dalam tubuh pasien.

Liputan6.com, Medellin - Para ilmuwan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat kebingungan dengan sebuah temuan yang tidak biasa tentang keadaan mirip kanker yang dialami oleh seorang pria berusia 41 tahun. Ini merupakan kasus pertama kali terjadinya perpindahan sel-sel kanker dari parasit kepada manusia.  

Pria Colombia ini menarik perhatian para peneliti di Pontifical Bolivarian University di tempat tinggalnya di Medellin ketika ia meminta perawatan dengan keluhan kelelahan luar biasa, demam, batuk, dan penyusutan berat badan.

Pada saat itu, sang pasien telah menderita HIV selama setidaknya 7 tahun dan tidak menjalani pengobatan. Pemindaian CT menunjukkan sejumlah tumor dalam berbagai ukuran antara 0,4 hingga 4,4 centimeter di leher, titk-titik limfe, paru-paru dan hati. Contoh tinja memperlihatkan kehadiran cacing pita di tubuhnya.

Pemindaian CT pada dada pasien. (Sumber Ponfitical Bolivarian University)

Infeksi cacing pita merupakan hal yang sangat lazim di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan ada 75 juta orang di seluruh dunia yang terinfeksi. Kebanyakan tidak menunjukkan gejala apapun dan sembuh dengan segera. Namun demikian, pada orang yang kehilangan kekebalan tubuh, cacing pita dapat bertahan hidup lumayan lama.

Seperti dilaporkan Washington Post pada Kamis, 5 November 2015, para dokter setempat melakukan biopsi terhadap tumor-tumor itu dan mendapati sel-sel yang bersifat menghancurkan seperti sel-sel kanker biasa, tapi ukurannya 10 kali lebih kecil daripada sel-sel kanker manusia.

Para dokter itu kemudian menghubungi CDC untuk meminta bantuan. Tapi keadaan pasien itu sudah sangat memburuk dan 72 jam sesudah ditangani CDC, ia meninggal dunia dengan alasan HIV/AIDS dan kanker sebagai penyebabnya.

Atis Muehlenbachs, seorang ahli patologi di unit khusus CDC untuk menyidik penyakit dan kematian misterius tadinya tidak yakin tentang apa yang harus dilakukan dengan contoh-contoh sel itu ketika diterima pada tahun 2013.

Mereka melihat bahwa pola pertumbuhan sel-sel itu mirip dengan kanker, berjejal-jejal dan berlipat ganda dengan cepat. Anehnya, sel-sel itu juga membaur bersama dan ini jarang terjadi pada sel-sel manusia.

Ada suatu teori awal, kata Atis Muehlenbachs dalam wawancara Rabu, yaitu bahwa sel-sel ini kemungkinan adalah jenis baru organisme bersifat infeksi. Namun demikian, setelah puluhan uji coba, tim itu menemukan bahwa sel-sel itu mengandung potongan-potongan DNA dari cacing pita kerdil (Hymenolepis nana). Analisis ini kemudian diperkuat oleh peneliti dan pakar cacing pita di Natural History Museum di London.

“Pada bulan-bulan permulaan, kami bingung apakah ini suatu kanker aneh pada manusia atau seperti infeksi tidak biasa oleh protozoa-amoeba. Temuan bahwa sel-sel ini memiliki DNA cacing pita betul-betul kejutan besar,” ungkap peneliti.

Para peneliti CDC sekarang menduga bahwa pria Colombia ini pernah menelan telur-telur ukuran renik dari cacing pita. Kemungkinan besar dari makanan yang terkontaminasi tinja tikus, serangga, ataupun manusia. Karena kekebalan tubuhnya terganggu, cacing pita ini berkembang biak sangat cepat di dalam ususnya dan menyerang bagian-bagian lain dalam tubuhnya.

Belum jelas apakah sel-sel di dalam telur cacing itu memiliki sifat seperti kanker sebelum memasuki tubuh pria itu atau ada interaksi antara parasit itu dengan tubuh sang pria sehingga bersifat kanker sesudahnya. Ia melanjutkan, “Inilah pertama kalinya kami melihat sel-sel kanker berasal dari parasit dan menyebar di dalam tubuh seseorang. Hal ini sangat tidak biasa, suatu penyakit yang sangat unik.”

2 dari 2 halaman

Sejumlah Alasan Untuk Khawatir. Mengapa?

Kasus ini mengundang kekhawatiran karena beberapa alasan.

Banyak mahluk, misalnya beberapa jenis hewan laut, rentan terhadap kanker. Tapi hewan lainnya, misalnya gajah, hampir bisa dibilang kebal terhadap kanker. Namun hingga sekarang para ilmuwan tidak yakin ada parasit dalam manusia bisa membawa sel kanker dan menularkannya pada manusia.

Sejumlah infeksi parasit memang meningkatkan risiko pada sejumlah kanker, misalnya cacing pipih pada kanker saluran empedu atau schistosoma haematobium, yang ada di sungai-sungai, pada kanker kantung kemih. Tapi alasannya berbeda, dan lebih kepada tanggapan hyper-immune yang memperlemah penderitanya.

Kehadiran sel-sel kanker juga mengundang sejumlah pertanyaan tentang asal muasal sel mutan itu, entah dari lingkungan atau ada organisme di dalam cacing itu atau di dalam manusia yang dapat menyebarkan sel-sel kanker.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak ilmuwan menekankan bahwa ekosistem tubuh manusia hanya 10 persen saja yang merupakan sel-sel manusia. Sisanya berasal dari sel-sel mahluk mikro.

“Kami tidak percaya sel-sel dari dalam parasit manusi dapat menjadi ganas dan menyerang jaringan tubuh manusia. Tidak biasanya sel-sel parasit menjadi bersifat kanker di dalam manusia dan kemudian menyerang jaringan tubuh manusia, “kata Bobbi Pritt, direktur parasitologi klinis di Mayo Clinic melalui sebuah wawancara.

Sel-sel tumor ganas dalam dalam cacing pita yang kemudian menyebar kepada pasien. (Sumber CDC)

Namun demikian, pemikiran bahwa cacing pita juga rentan terhadap kanker bisa saja masuk akal, katanya, “setiap hewan yang hidup terdiri dari sel-sel yang membelah dan bisa bersifat kanker.”

Kanker biasanya dipandang sebagai penyakit yang tidak bisa menular, walaupun ada beberapa kasus yang sangat jarang di mana manusia menularkan sel-sel ganas ke manusia lain melalui transplantasi organ atau dari ibu kepada janinnya selama masa kehamilan.

Ada juga sejumlah spesies hewan, misalnya anjing Tasmania dan anjing kampung, yang diketahui memiliki sel-sel kanker menular di antara kerumunannya.

Tidak jelas seberapa lazimnya sakit kanker cacing pita ini pada manusia, tapi pakar seperti Pritt percaya kemungkinan lebih banyaknya kasus ini, “Infeksi cacing pita sangat lazim pada manusia, dan karenanya saya mengira ada kasus-kasus lain seperti ini…yang salah diagnosa atau tidak terdeteksi.”

Matthew B. Laurens, seorang wakil profesor di Sekolah Kedokteran di University of Maryland dan spesialis dalam penyakit menular, mengatakan bahwa temuan ini menekankan perlunya memperkuat diagnosa kanker dan pengumpulan data di negara-negara berkembang. Katanya, “Mungkin kita sedang meraba-raba permukaan sesuatu yang bisa jadi sangat penting.”

Peter D. Olson, seorang peneliti di Natural History Museum di London dan telah membantu CDC menafsirkan hasil temuan mereka, mengatakan bahwa temuan ini merupakan “kemajuan luar biasa dalam pengetahuan kita dan menimbulkan pertanyaan tentang keadaan di mana sel-sel bisa menjadi bersifat kanker.” (Alx)