Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia, dalam dua tahun terakhir, ada 115 kasus peredaran obat tradisional (OT) mengandung bahan kimia obat (BKO) berhasil diungkap dan telah diajukan ke pengadilan. Hal ini dipaparkan dalam rilis pers Badan POM pada Senin (30/11/2015) di Balai Kartini.
Sayang, bukannya menurun, pada tahun 2015 ini (hingga November), jumlah kasusnya malah meningkat sebesar 2,11 persen. Kebanyakan obat-obatan tersebut teridentifikasi dicampur penghilang rasa sakit dan anti-rematik, seperti Paracetamol dan Fenilbutazon.
Baca Juga
Dua bahan kimia obat di atas sama sekali tidak boleh ada di obat tradisional. Apalagi, penggunaan Paracetamol yang tidak tepat (jangka panjang/dosis besar) bisa menyebabkan kerusakan hati.
"Banyak penyebab peningkatannya, dari sisi permintaan memang masyarakat belakangan ini meningkat Karena mereka merasakan khasiatnya," kata Kepala Badan POM, Roy A. Sparinga dalam jumpa pers.
Selama ini, masyarakat menganggap obat tradisional atau jamu sudah aman 100 persen karena terbuat dari bahan alami. "Ini persepsi yang berbahaya apalagi kalau itu punya bahan kimia obat. Mereka merasakan khasiatnya dan harganya terjangkau," tutur Roy menambahkan.
Mantan Asisten Deputi Bidang Perkembangan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tersebut juga mengakui hasil pengawasan BPOM sebagian besar berasal dari laporan masyarakat.
"Mereka (produsen obat ilegal) bekerja malam hari, perlu dicurigai, dan berpindah-pindah. Mereka mengapa melakukan terus-menerus? Karena ada permintaan yang besar dan cepat sekali perputaran uangnya," pungkasnya.