Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, di kawasan Asia Tenggara, infeksi baru HIV/AIDS menurun 32 persen antara 2000-2014, dan hampir 1,3 juta orang menjalani pengobatan antiretroviral. Namun yang masih menjadi masalah kini, lebih dari separuh orang tak sadar membawa HIV dalam tubuhnya. Dan ketika menjalani tes, penyakit sudah masuk tahap lanjut dan sistem kekebalan telah melemah.
Begitu disampaikan Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk Kawasan Asia Tenggara, Dr Poonam Khetrapal Singh, untuk Hari AIDS Sedunia melalui siaran pers, Selasa (1/12/2015).
Baca Juga
"Sejak 2009, infeksi baru HIV telah turun hingga 35 persen dan mereka yang meninggal karena AIDS menurun hingga 24 persen. Namun di kawasan Asia Tenggara ini, hanya 36 persen orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang menjalani pengobatan, dan kurang dari 30 persen ODHA yang dapat hidup hingga penggandaan virus HIV berada pada tahap akhir," katanya.
Advertisement
Poonam mengatakan, Sustainable Development Agenda yang baru menyertakan target mengakhiri AIDS pada 2030 dengan tambahan
penurunan jumlah penderita baru hingga 25 persen pada 2020. Saat itu, setiap negara perlu memastikan 90 persen mereka yang terinfeksi HIV dapat teridentifikasi dan 90 persen diantaranya yang menjalani pengobatan dengan antiretroviral (ART) pada pemeriksaan darah tidak lagi menampakan virus HIV.
"Upaya kuat diperlukan untuk mencapai target mengakhiri AIDS pada 2030, dengan sektor kesehatan sebagai pemain utama kerja besar ini. Negara anggota WHO harus menempatkan intervensi bagi HIV sebagai prioritas supaya upaya mereka mendapatkan hasil maksimal, termasuk menggunakan pendekatan terbaru untuk pemeriksaan seperti tes HIV berbasis masyaraakt, agar semua yang kemudian orang dengan positif HIV dapat segera mendapatkan pengobatan dan mereka yang teridentifikasi negatif bisa mendapatkan layanan pemeriksaan ulang," ujarnya.
Menurut Poonam, target ini memang ambisius tapi dapat dicapai. Hal ini dia contohkan seperti di Thailand, pada akhir 2014 sebanyak 60 persen mereka yang memiliki HIV dalam darahnya telah menjalani pengobatan sehingga negara ini menjadi satu dari 10 negara di dunia yang telah berhasil mencapai tahap ini. Oleh karena itu, banyak negara di kawasan Asia Tenggara yang harus melakukan percepatan dan peningkatan program untuk tes dan pengobatan HIV.
"Dalam 4 dekade terkahir, ilmu pengetahuan, kerja masyarakat, komitmen politis, dan kerja yang terkoordinasi antar pemangku kepentingan akan menyumbang upaya mengakhiri AIDS. Jika kita lengah kini, maka sulit untuk menulis sejarah keberhasilan," katanya.
Demi mengakhiri AIDS, kata dia, diperlukan investasi terutama untuk penganggaran di tiap negara. "Kita harus bisa memastikan, upaya
pengendalian HIV menjadi agenda pembangunan dan kesehatan. Kita juga perlu memastikan bahwa dukungan masyarakat tidak saja berkelanjutan tetapi juga lebih besar, termasuk untuk dana. Stigma, diskriminasi, dan peraturan masih menjadi halangan. Kita harus memperkuat dan memperbarui upaya kita untuk mencapai hasil akhir, jangan lagi kasus AIDS baru di Asia Tenggara," tukasnya.