Liputan6.com, Jakarta Tempat pembuangan akhir (TPA) yang ada sekarang sudah terlalu penuh untuk menampung sampah Ibu Kota yang menggunung. Volume sampah di sini saja mampu membuat warga Eropa yang sedang studi banding menganga, sebesar 6.500 sampai 7.000 ton per hari.
Baca Juga
Tentu ini merupakan masalah universal yang harus cepat ditangani. Belum lagi perluasan lahan yang semakin susah untuk zona baru.
Untuk itu mesin perajang atau mesin carbonizer milik PT Gikoko Kogyo sangat dibutuhkan. Sebab, dalam carbonizer, kalori dalam plastik dan limbah biomassa menyediakan energi untuk mendukung dekomposisi termal. Mesin itu yang dapat dibangun di tiap RT dapat menghemat penggunaan bahan bakar selama 8 jam.
Advertisement
"Mesin itu cocok untuk berapa ratus jiwa. Semua tergantung Pemrov DKI mau menempatkannya di mana. Memang harus bekerja sama dengan Pemprov DKI," kata CEO Gikoko Kogyo, Joseph Wu Chao Hwang dalam sebuah diskusi di ARTOTEL Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2016).
Selain itu, superheated steam menggunakan uap plastik syn gas untuk meningkatkan efisiensi perpindahan energi melalui peningkatan konduksi dan hidrotermal menghancurkan dioksin. Lebih dari 70 persen pengurangan limbah menjadi arang biomassa dan 98 persen pengurangan sampah pada plastik PP/PE menjadi syn gas.
Lebih dari mesin itu, Kepala Dinas Kebersihan DKI Isnawa Adji berharap, masyarakat Jakarta ikut peduli terhadap lingkungannya. Mereka harus diedukasi. Mereka juga harus bisa memilah sampah. "Dan bisa menghargai sampah, serta habis pada sumbernya. Itu yang kita harapkan," kata dia.
Edukasi masyarakat dengan diet kantong plastik dan membangun bank sampah harus dilakukan. Sebab, efek jangka panjangnya akan sangat terasa.
"Ke depan, masyarakat tidak lagi membawa plastik ketika belanja, tapi bisa menggunakan yang lain," dia menerangkan.*