Sukses

Teliti Membedah Tumor dengan Cairan Berpendar

Sebuah zat kimia menyebabkan tumor berpendar dalam tubuh manusia sehingga memudahkan bedah pengangkatan tumor.

Liputan6.com, Durham - Pembedahan pengangkatan tumor dari pasien termasuk dengan cara mengambil jaringan sehat di sekitarnya supaya memastikan tidak ada jaringan tumor yang tersisa. Namun demikian, tertinggalnya jaringan tumor kerap terjadi.

Baru-baru ini para peneliti di Duke University menyuntik sejumlah pasien dengan zat kimia bernama LUM015 yang menyebabkan jaringan tumornya berpendar, sehingga para dokter dapat melihat jaringan tumor yang sebelumnya terluput.

Zat itu dikembangkan oleh perusahaan Lumicell. Cara kerjanya adalah dengan memanfaatkan enzim yang berada di sel-sel tumor dan cahayanya dapat dilihat dengan menggunakan kamera khusus untuk mengamati pendarnya, bukan dengan mata telanjang.

Dalam terbitan pers universitas, Dr. Brian Brigman mengatakan, “Teknik patologis untuk menentukan apakah tumor masih tersisa pada pasien merupakan cara terbaik yang ada sekarang selama puluhan tahun, tapi tidak seteliti sesuai dengan apa yang kita mau.”

Kepala onkologi ortopedik di Fakultas Kedokteran Duke University itu melanjutkan, “Jika teknologi ini berhasil dalam sejumlah uji coba berikutnya, hal ini akan sangat mengubah cara kita menangani sarkoma.”

Sebagaimana diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine, ditulis Senin (11/01/2015), para peneliti melakukan kajian zat kimia itu pertama kali pada sejumlah tikus. Mereka mendapati bahwa LUM015 cukup bayak mengumpul di jaringan bersifat kanker sehingga berpendar kira-kira 5 kali lebih terang daripada jaringan biasa di sekitarnya.

Zat kimia ini kemudian diujikan pada 15 pasien manusia penderita kanker yang menjalani bedah pengangkatan sarkoma pada jaringan lunak ataupun kanker payudara. Sesuai harapan, jaringan bersifat kanker berpendar dan para peneliti melaporkan tidak ada dampak buruk zat yang dimaksud.

“Jika kita bisa meningkatkan kasus-kasus di mana 100% tumornya diangkat, kita bisa mencegah operasi lanjutan dan kemungkinan kemunculan kembali kankernya, “kata Brigman.

Lanjutnya, “Pengetahuan akan sisa-sisa penyakitnya dapat membimbing terapi radiasi, atau bahkan dapat mengurangi seberapa banyak radiasi yang akan diterima sang pasien.”