Liputan6.com, Urbana-Champaign Suatu jenis sensor mungil elektronik terkini dapat memantau suhu dan tekanan di dalam tengkorak, sehingga berguna dalam memantau kondisi sesudah cedera otak. Sensor itu kemudian meluruh di dalam tubuh sehingga tidak perlu bedah untuk mengeluarkannya.
Menurut tim peneliti di bawah pimpinan John A. Rogers, seorang profesor ilmu dan rekayasa bahan di University of Illinois di Urbana-Champaign, dan Wilson Ray, profesor bedah syaraf di Fakultas Kedokteran Washington University St. Louis ini, sensor sejenis dapat dikembangkan untuk bagian tubuh lain.
Baca Juga
Baca Juga
Dikutip dari Science Daily pada Selasa (19/01/2016), temuan penelitian ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature pada 18 Januari 2016.
Advertisement
Kata Rogers, “Ini adalah kelas implan elektronika biomedik baru. Sistem jenis ini memiliki potensi di sejumlah praktik klinis, di mana perangkat terapi ataupun pemantauan ditanam atau ditelan untuk melakukan fungsi yang canggih, dan kemudian diserap dengan aman ke dalam tubuh setelah tugas mereka tidak diperlukan lagi.”
Pemantauan perlu dilakukan setelah cedera otak traumatis ataupun bedah otak terkait pembengkakan dan tekanan pada otak. Teknologi pemantauan yang ada berukuran besar dan invasif, kata Rogers.
Bukan hanya itu, kabel-kabelnya menghambat gerakan pasien dan mengganggu terapi jasmani dalam masa pemulihan.
Karena perlu akses kabel berkelanjutan ke dalam kepala, implan biasa memiliki risiko reaksi alergi, infeksi, dan perdarahan, atau malah memperparah inflamasi yang harus mereka pantau.
“Seandainya kita bisa membuang semua perangkat keras dan menggantinya dengan sensor yang bisa ditanam seluruhnya dan mampu melakukan fungsi yang sama, serta dibuat dengan bahan yang dapat terserap tubuh sehingga meniadakan atau sangat mengurangi kabel-kabelnya, kita dapat mengurangi banyak risiko dan mendapatkah hasil yang lebih baik pada pasien,” ungkap Rogers.
Rogers melanjutkan, “Kami berhasil menunjukkan semua manfaat tadi pada model-model hewan, dengan ketelitian pengukuran yang sama baiknya dengan peralatan konvensional.”
Sensor ini berukuran hanya sebesar sebutir beras dan terbuat dari selaput silikon yang sangat tipis sehingga dapat meluruh secara alami di dalam cairan tubuh.
Platform silikon ini peka terhadap tingkat tekanan klinis di dalam cairan yang menggenangi otak dan terhubung dengan pemancar nirkabel seukuran perangko yang ditanam di bawah kulit kepala di bagian atas tengkorak.
Tim dari Illinois bekerja dengan pakar cedera otak traumatis dari Washington University untuk menanam sensor ini pada sejumlah tikus guna menguji unjuk kerja dan kecocokan biologis. Ternyata pembacaan suhu dan tekanan sensor ini cocok dengan ketelitian perangkat pemantauan konvensional.
Kata Rory Murphy, salah seorang penulis makalah dari Washington University, “Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan alat yang dapat ditaruh di dalam otak ataupun bagian tubuh lainnya. Terhubung dengan organ yang perlu dipantau dan dapat memancarkan sinyal secara nirkabel untuk memberikan informasi kesehatan organ yang memungkinkan dokter campur tangan jika diperlukan untuk mencegah persoalan yang lebih besar.”
Ia melanjutkan, “Setelah masa kritis yang harus dipantau, alat itu meluruh dan menghilang.”
Para peneliti akan mengujicobakan teknologi ini pada manusia dan memperluas kegunaannya untuk aplikasi biomedis lainnya. “Kami telah memikirkan beberapa variasi perangkat, bahan, dan kemampuan pengukuran untuk pengindraan dalam konteks klinis lainnya,” kata Rogers.
Lanjutnya, “Dalam waktu dekat, kami yakin akan mungkin untuk menambahkan fungsi terapi seperti rangsangan elektris dan pengiriman obat ke dalam sistem yang sama sambil mempertahankan sifat terserapnya.”