Liputan6.com, Jakarta Bertujuan menghampiri sang suami di Jakarta, pemilik nama Sri Mulyati ini menggiring sebelas anaknya dari Garut sebelas tahun silam.
Hanya bermodal niat, Ibu Nung sapaan hangatnya, memulai kehidupannya di Srengseng, Jakarta Barat. Selain niat yang menjadi modal utamanya Ibu Nung juga mengaku hanya mengantongi ilmu baca dan tulis sesampainya di Jakarta.
"Baca nulis sih bisa, tapi karena ibu enggak punya ijazah kan jadi suka minder ya," ujarnya.
Advertisement
Akibat tak punya ijazah untuk melamar kerja, kegiatan Ibu Nung dan anak-anaknya hanya mengumpulkan gelas plastik bekas untuk ditukar dengan piring dan gelas.
"Tahun 2006 anak ibu yang nomor tiga sama empat mau nyari-nyari gelas plastik terus ditukerin pake piring-gelas. Kalo ibu suka bantu bapak-bapak tukang sampah yang dorong gerobaknya dari bawah ke atas, lama-kelamaan bapak itu nanya ke ibu nyuruh anak-anak ibu mulung," ungkapnya.Â
Baca Juga
Biaya sewa tempat tinggal seadanya mengharuskan Ibu Nung menaruh separuh anaknya untuk tidur di rumah tetangga. Saat tawaran pekerjaan itu mendatangi Ibu Nung dan keluarga, akhirnya Ibu Nung memutuskan untuk pindah ke kampung pemulung.
"Pas dipikir-pikir akhirnya kita semua pindah tahun 2007 ke atas sampah basah di Pesanggrahan. Sampe tiga bulan mah enggak bisa makan, saking baunya tuh sampah", ungkapnya sambil mengingat lagi.
Ibu Nung merasa kepedihan yang melanda hidupnya menjadi hikmah juga berkah yang tak terhingga.
Setelah lebih dari tiga bulan Ibu Nung dan anaknya bermukim di atas sampah, mata dan hati Ibu Nung mulai melihat anak-anak di sana tak mendapatkan pendidikan sama sekali.
"Liat anak-anak pemulung itu enggak pada belajar, enggak ngaji juga, akhirnya saya bilang ke Ridwan (anak ketiganya), 'Wan, kalo habis magrib ngaji deh bawa temen-temen yang lain, kasihan...'" ujar Ibu Nung kepada Health-Liputan6.com saat ditemui di kediamannya, di Kelapa Dua Sasak, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ditulis Senin (22/2/2016).
Merasa mendapat hidayah akhirnya Ibu Nung mulai memberikan pengajaran mengaji secara cuma-cuma kepada anak-anak pemulung di pemukiman sampah tersebut.
Ibu Nung selalu mengingatkan anak-anaknya dan juga para anak pemulung lainnya untuk tak meninggalkan salat dan mengaji.
"Pertama mah ya.. anak-anak itu tuh pada dekil-dekil tapi langsung pengen ngaji. Ibu bilang sama mereka buat mandi dulu baru ngaji, ya gimana keadaannya memang tinggal di atas sampah," katanya sambil tersenyum.
Walaupun sudah tak tinggal di pemukiman sampah, hingga kini Ibu Nung tetap berikan pengajaran membaca Iqra dan Al Qur'an di tempat tinggalnya.