Liputan6.com, Jakarta Kasus mutilasi anak yang dilakukan sang Ayah menyeret Brigadir Petrus Bakus terjerat pasal perlindungan anak dan kekerasan rumah tangga.
Baca Juga
Bakus mengaku sangat sadar saat memutilasi Fabian (5) dan Amora (3) kedua anaknya. Ia pun merasa tidak menyesali kematian anaknya dan beranggapan kedua anaknya akan kembali ke surga.
Sang istri yang hampir menjadi korban berikan keterangan perihal perlakuan Bakus dalam seminggu terakhir yang kerap marah-marah sendiri di rumah. Tak hanya itu Bakus pun merasa sering mendapat bisikan-bisikan - yang pernah melanda dirinya saat usia 4 tahun.
Advertisement
Bisikan yang dirasakan Bakus mirip dengan gejala Skizofrenia. Penanda umum dari Skizofrenia ialah seseorang merasakan halusinasi dan delusi, juga mengganggu persepsi seseorang.
"Halusinasi itu sendiri berbeda-beda jenisnya. Ada halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, dan perabaan," ungkap Dr Andri SpKJ, FAPM saat dihubungi Health-Liputan6.com, Rabu (02/3/2016).
Bakus yang miliki kehidupan sosial dan karier yang baik, tidak menampakkan perilaku seperti orang dengan Skizofrenia - sebab orang yang menderita Skizofrenia miliki kualitas hidup yang tergolong buruk jika tidak diobati.
"Melihat prestasi bahwa ia lulusan terbaik di polisi, tidak pernah melakukan pelanggaran selama bertugas, seharusnya orang itu tidak akan melakukan hal tersebut. Karena orang yang pernah alami Skizofrenia hidupnya kian memburuk. Menurut saya ya gak matching kehidupannya yang baik dengan Skizofrenia," jelas dr Andri.
Penderita skizofrenia tidak selalu melakukan tindakan kekerasan seperti yang dialami Bakus. Menurut Andri, kemungkinan yang terjadi pada diri Bakus saat membunuh anaknya akibat halusinasi pendengaran yang bersifat menyuruh dan memerintah dirinya.
Dugaan skizofrenia yang diderita Bakus sejak usia empat tahun, menunjukkan bahwa Skizofrenia dapat menyerang siapa saja dan di usia berapa saja.
"Skizofrenia bisa terjadi pada semua orang dan semua usia. Biasanya paling banyak di usia muda, kisaran 17 hingga 30 tahun - secara global prevalensi di Indonesia, khususnya orang dengan Skizofrenia kurang dari satu persen," jelas Dr Andri.
Butuh waktu yang panjang untuk benar-benar mengetahui kebenaran bahwa Bakus adalah penderita skizofrenia, sebab pemeriksaan psikiatrik dalam kasus seperti ini yang penting adalah kemampuan pelaku untuk bertanggung jawab.