Liputan6.com, Jakarta Terapi oksigen hiperbarik umumnya merupakan prosedur yang cukup aman. Komplikasi juga jarang terjadi. Namun terapi yang digunakan pertama kali oleh seorang pendeta bernama Henshaw di Inggris pada 1662 untuk mengobati beberapa jenis penyakit kulit berpotensi menimbulkan risiko.
Baca Juga
Berikut potensi risiko dari terapi oksigen hiperbarik seperti dikutip dari Mayo Clinic, pada Selasa (15/3/2016)
1. Rabun jauh sementara (miopia) yang disebabkan terjadinya perubahan pada lensa mata
2. Cedera telinga tengah, termasuk keluarnya cairan dan gendang telinga pecah akibat tekanan udara yang meningkat.
3. Kolaps pada paru yang disebabkan perubahan tekanan udara (barotrauma)
4. Kejang akibat terlalu banyak oksigen (toksisitas oksigen) di dalam sistem saraf pusat pasien.
Advertisement
Oksigen murni yang terdapat di dalam ruangan terapi dapat menyebabkan kebakaran jika terjadi percikan. Oleh karena itu, pasien tidak diperbolehkan membawa korek api atau perangkat bertenaga baterai ke dalam ruang terapi oksigen hiperbarik.
Selain itu, untuk membatasi sumber kelebihan bahan bakar, pasien dilarang menggunakan produk perawatan kulit berbasis minyak dan berpotensi kebakaran.
Selama terapi oksigen hiperbarik, tekanan udara di dalam ruangan berkisar dua sampai tiga kali lebih besar dari tekanan udara normal. Tekanan udara meningkat membuat telinga pasien berdengung, persis saat kita naik pesawat terbang dan berada di ketinggian.
Rasa tidak nyaman dapat diredakan dengan menguap atau menelan permen.
Â