Liputan6.com, Jakarta Tak seperti negara lain yang memiliki database DNA untuk memudahkan identifikasi jenazah. Di Indonesia, mencari sidik jari saja sulit karena keberagaman masyarakat dan sulitnya mengakses sistem pendataan digital.
Adalah AKBP DR. Sumy Hastry Purwanti, dr, DFM. Sp.F yang pertama kalinya meneliti variasi genetika pada lima populasi di Indonesia, yaitu Batak, Jawa, Dayak, Toraja dan Trunyan (Bali). Dia menyelesaikan program doktornya tersebut selama tiga tahun 10 bulan.
Untuk melakukan penelitiannya, kata dia, butuh pendekatan khusus kepada keluarga di lima daerah tersebut. Seperti saat dia berada di Tana Toraja, Hastry harus mengikuti ritual khusus sampai memotong babi. Hal ini dilakukannya agar keluarga bisa menerima bila anggota keluarganya menjadi sampel.Â
Advertisement
Baca Juga
"Di Samosir juga demikian, saya harus menjalani ritual agar diizinkan ambil sampel keluarga yang sudah meninggal," kata ibu dua anak ini, saat menyambangi Kantor Redaksi Liputan6.com, Kamis (17/3/2016).
Berkat studinya yang aplikatif, istri dokter Obgyn di Semarang ini mendapat nilai cumlaude dengan pujian. Dia berharap, disertasinya yang berjudul "Variasi Genetika pada Populasi Batak, Jawa, Dayak, Toraja dan Trunyan dengan Pemeriksaan D-Loop Mitokondria DNA untuk Kepentingan Identifikasi Forensik" ini bisa digunakan dan diperluas untuk kepentingan masyarakat.
"Luka enggak pernah bohong, jenazah juga enggak pernah bohong. Itu yang membuat saya ingin mengumpulkan data populasi di Indonesia untuk memudahkan identifikasi jenazah," ungkapnya.