Sukses

Tontonan, Penyebab Anak Berperilaku Seperti Sonya Depari

Apa penyebab seorang anak bisa berperilaku seperti Sonya Depari?

Liputan6.com, Jakarta Psikolog Dra Vierra Adella dari Universitas Atmajaya melihat seorang anak yang memiliki perilaku seperti Sonya Depari, membentak dan memaki orang yang lebih dewasa, akibat dari tontonan dan aktivitas sehari-hari orang sekitar. "80 persen anak remaja adalah copying. Dari melihat dan meniru. 20 persen yang benar-benar belajar sendiri," ujar Vierra kepada Health Liputan6.com di Forum NGOBRAS ditulis Sabtu (9/4/2016)

Dari dulu remaja seusia Sonya Depari memang memiliki karakter yang tidak pernah berpikir panjang sebelum melakukan satu hal. Keadaan itu merupakan dampak dari apa yang dia lihat. Menurut Vierra, tak ada seorang anak yang berani melakukan hal-hal yang tergolong kurang ajar jika tak yang memberi contoh.

"Semua itu proses belajar remaja itu sendiri. Kecuali kalau dia sakit jiwa. Dia melakukan itu mendadak dan kita sendiri tidak mengerti tentang perilaku dia," kata Vierra menambahkan.

 

Vierra mengatakan, keluarga terdekat memiliki andil terhadap pola perilaku seorang anak. Meski tidak terlibat secara langsung, si anak mungkin pernah melihat konsep yang ia tiru. Misal dari sinetron.

"Yang disebut meniru a la manusia tidak meniru a la biantang. Kalau binatang cuma perilaku luar saja. Kalau meniru a la manusia, meniru hatinya, meniru rasanya, dan juga meniru konsepnya. Dia tidak melihat langsung tapi dia menonton dan direkam," kata Vierra menambahkan.

Kebencian yang muncul dari setiap adegan di sinetron, jelas Vierra, bisa direkam anak. Anak juga turut mempelajari emosi dari setiap karakter di seinteron tersebut. "Dan itu diyakini, tontonan mengambil porsi sangat besar bikin anak menjadi benar dan bikin anak jadi tidak benar," kata Vierra.

Saat ini seorang anak dengan mudah mengakses dan melihat apa pun yang bersifat visual. Dan kalau diukur sekarang, kadar visual seorang anak jauh lebih tinggi dari kecerdesan mendengarnya.

"Mengapa demikian? Visual itu lebih cepat datangnya. Kalau kita dengar, proses olah lebih lama daripada melihat. Itu alasannya," kata Vierra.

Berbeda dengan membaca, jika anak menangkap sesuatu dari tontonan, ada satu proses yang tidak ia pelajari. "Proses mengapa sampai itu terjadi tidak dilihat anak. Kalau membaca, proses satu dari ke satu lagi terjadi secara runut," kata Vierra.

Buktinya, ada seorang anak yang bisa memainkan pistol dan melepaskan peluru yang ada di dalamnya. Sedangkan seorang tentara sekali pun harus latihan dulu agar bisa menembak.

"Begitulah cepatnya anak mengopi perilaku lewat tontonan," kata Vierra menekankan.