Liputan6.com, Jakarta Proses membesarkan anak merupakan proses yang tidak mudah. Proses ini harus ditempuh oleh siapa pun yang telah menjadi orangtua dan yang kepada mereka dianugerahkan anak-anak yang harus mereka rawat dan asuh semenjak kanak-kanak hingga usia dewasa. Jika proses ini berhasil, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan matang.
Dengan demikian, anak tidak hanya akan tumbuh secara positif dalam dirinya sendiri namun pada akhirnya juga akan menjadi pribadi yang berkontribusi positif bagi lingkungan di sekitarnya. Sebaliknya, kegagalan dalam proses ini akan berpotensi besar menimbulkan berbagai konflik baik dalam diri anak sendiri maupun konflik dengan lingkungan di sekitarnya.
Baca Juga
Baca Juga
Ada beberapa perspektif penting yang perlu diperhatikan dalam mengasuh anak. Salah satu yang cukup mendasar adalah membesarkan anak menjadi pribadi yang memiliki rasa aman. Perasaan aman ini merupakan sebuah konsep yang bertumpu pada pandangan subyektif dari individu dalam melihat dirinya terkait dengan dunia di sekitarnya. Anak akan merasa aman jika kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan makan dan minum terpenuhi.
Advertisement
Anak juga akan merasa aman jika mereka dapat mempercayai orangtuanya yang selalu hadir saat dibutuhkan ketika mereka merasakan ada ancaman. Kehadiran orangtua dengan cara ini akan membentuk anak menjadi pribadi yang percaya diri dan memiliki keyakinan bahwa dunia di sekitarnya, meskipun tidak selalu aman, namun relatif akan dapat dikelola dan dihadapi sehingga akan menjadi tempat yang cukup stabil dan aman untuk perkembangan dirinya.
Kehadiran
Kehadiran
Sebaliknya, saat orang-orang penting di awal kehidupannya, khususnya kedua orangtuanya, tidak hadir saat anak membutuhkan mereka, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang merasa tidak aman. Ketidakhadiran orangtua saat anak membutuhkan sesuatu dan saat anak merasa terancam berakibat pada bagaimana pandangan anak mengenai dunia di sekitarnya. Dunia tempat dia hidup akan dipandang sebagai tempat yang inkonsisten sehingga sulit untuk dipercaya. Akibatnya mereka akan takut bereksplorasi yang sebenarnya merupakan tugas penting dalam perkembangan awal kehidupan individu.
Perasaan aman dan juga tidak aman yang awalnya adalah sebuah pandangan subyektif semata semakin lama, dengan semakin seringnya pandangan ini digunakan oleh individu, akan terinternalisasi dan menjadi suatu karakter atau kepribadian. Oleh karenanya, mereka yang terbiasa melihat dunia sekitar dengan rasa aman akan tumbuh menjadi individu dengan kepribadian pemberani. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang terbiasa menggunakan pandangan bahwa dunia di sekitarnya tidak aman. Mereka yang seringkali menggunakan pandangan ini akan tumbuh menjadi individu dengan kepribadian penakut karena melihat lingkungannya sebagai lingkungan yang tidak aman.
Mereka yang memiliki kepribadian yang pemberani melihat dunia sekitar sebagai dunia yang relatif minim ancaman; sebaliknya mereka yang memiliki kepribadian yang penakut akan melihat dunia sekitar sebagai dunia yang relatif banyak mengancam. Saat manusia melihat dunianya sebagai tempat yang mengancam, sebagaimana mahluk hidup lainnya, ia akan melakukan respon berupa bertahan dan mengamankan diri dari hal-hal yang dipandangnya mengancam. Respon bertahan ini tentu saja membutuhkan energi psikis. Semakin besar individu memandang ancaman yang berpotensi membahayakan dirinya, semakin besar pula energi psikis yang akan dikeluarkan untuk melakukan respon bertahan terhadap ancaman tersebut.
Advertisement
Tidak nyata
Tidak nyata
Yang menjadi masalah adalah seringkali ancaman tersebut tidaklah benar-benar nyata atau paling tidak tidak sebesar yang dipersepsikan oleh individu. Bagi mereka yang memiliki kepribadian penakut dan merasa tidak aman, kenyataan yang sebenarnya tidak mengancam atau tidak terlalu mengancam dapat dipersepsikan sebagai sebuah ancaman yang sangat berbahaya. Dengan pandangan ini, individu tersebut akan mengalokasikan bahkan menguras begitu banyak energi untuk membuat sebuah respon bertahan. Begitu besarnya alokasi energi ini sehingga membuat minimnya energi yang sebenarnya diperlukan untuk aspek hidup lainnya.
Orang-orang seperti ini akan menjadi pribadi yang terlalu sensitif, mudah tersinggung, dan sibuk memperhatikan bagaimana orang lain memandang mereka. Saran dari orang lain dianggap sebagai ancaman terhadap harga dirinya. Selain itu, dalam konflik, mereka menjadi pribadi yang mudah tersinggung dan membawa konflik yang terjadi ke area yang sangat personal.
Untuk “mengamankan dirinya” pribadi yang selalu merasa tidak aman bahkan rela melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak masuk akal dan bahkan secara obyektif merugikan dirinya. Demi mengamankan dirinya, orang-orang seperti ini rela berbohong, memanipulasi, dan menjadikan dirinya atau orang lain sebagai korban yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Orangtua perlu menyadari bahwa pribadi yang merasa tidak aman sudah dibentuk semenjak individu masih barada di usia anak-anak. Oleh sebab itu, orangtua perlu menjamin rasa aman pada anak-anak mereka. Pemenuhan kebutuhan dasar tanpa banyak ditunda dan kehadiran orangtua di saat anak mereka membutuhkannya merupakan sebuah langkah dasar untuk menjamin rasa aman tersebut.
Selain itu, orangtua pun jangan sampai malahan menambahkan ancaman dalam hidup anak. Beberapa perilaku orangtua yang dapat membuat anak melihat lingkungan sekitarnya menjadi tidak aman antara lain menuntut anak secara tidak realistis, membandingkan anak dengan anak lain sehingga anak merasa dipermalukan, menggunakan superioritas orangtua untuk memaksakan kehendak pada anak, hingga yang paling ekstrim adalah menolak anak.
Y. Heri Widodo, M.Psi., Psikolog
Dosen Universitas Sanata Dharma dan Pemilik Taman Penitipan Anak Kerang Mutiara Yogyakarta