Sukses

Kalau Cuma Sebentar, Hukuman Kebiri Tak Akan Efektif

Joko Widodo mengesahkan perppu hukuman kebiri. Namun, seberapa sering pemberian hukuman kebiri kimiawi ini masih belum jelas.

Liputan6.com, Jakarta Hukuman kebiri baru benar-benar efektif jika diberikan terus menerus. Kalau hukuman kebiri hanya dilakukan sementara, tidak menutup kemungkinan libido atau dorongan seksual akan muncul lagi dan pelaku bisa kembali melakukan hal serupa di kemudian hari.

Demikian disampaikan Pakar Andrologi dan Seksologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FACCS saat menanggapi munculnya perppu hukuman kebiri.

Dalam hal ini, Wimpie justru mempertanyakan mengapa tidak hukuman berat yang sudah ada saja yang dijalankan. Bukan malah menambah "hukuman baru".

"Pada dasarnya kita semua yang normal pasti setuju dengan hukuman seberat mungkin. Di sini ada hukuman mati dan hukuman seumur hidup. Pertanyaannya, kenapa harus ditambah lagi? Kenyataannya, penjahat seksual asal Kediri yang korbannya ada 58 orang hanya dihukum 9 tahun, tanpa ada hukuman tambahan. Padahal yang lebih berat ada. Dan dia bisa dihukum lebih berat lagi," kata Wimpie kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Jumat (27/5/2016)

 

Hukuman kebiri kimiawi, menurut Wimpie, pada dasarnya bertujuan agar nafsu pelaku kejahatan seksual hilang dan fungsi ereksi terganggu. Namun, jika hukuman kebiri ini cuma sebentar, Wimpie merasa langkah itu sia-sia karena gairah seksual pelaku bisa muncul lagi. "Kecuali terus menerus sampai rusak sama sekali, mungkin hilang. Tapi berapa lama diberikannya?," ujar Wimpie.

Efek samping

Satu hal yang harus dipikirkan p emerintah sebelum memberlakukan hukuman kebiri ini adalah jika diberikan dalam jangka waktu yang lama atau bertahun-tahun memiliki dampak yang bisa dibilang merugikan pelaku.

"Dampak buruk terhadap organ lainnya bisa terjadi. Tulang keropos, kurang darah, ototnya berkurang, lemaknya bertambah, dan terjadi ginekomastia, yang artinya bagian payudara tumbuh. Lalu yang lebih berat lagi gangguan pembuluh darah dan jantung, selain tentunya gangguan kognitif," kata Wimpie menjelaskan.

Wimpie juga mempertanyakan soal dampak buruk yang bisa dialami. "Kalau terjadi dampak buruk pada organ lainnya yang tanggung jawab siapa? Inilah beberapa hal yang harus dipikirkan. Sebab, teknis pelaksanannya kita nggak tahu seperti apa?," kata Wimpie.

Menurutnya, di beberapa negara maju memang ada yang menerapkan hukuman kebiri. Namun, ini bukan berarti dapat kita jadikan sebagai acuan. Harus diingat, di sana pun hukuman kebiri tetap menimbulkan pro dan kontra, sekali pun di Amerika Serikat.

"Kita tidak pernah tahu juga seberapa sering hukuman kebiri ini diterapkan. Yang pasti, tidak pernah ada data yang menunjukkan bahwa hukuman kebiri memberikan efek jera dibanding hukuman lain," kata Wimpie.