Sukses

WHO: Berkat Donor Darah, Jutaan Nyawa Selamat Tiap Tahun

Mendonorkan darah bukan semata-mata untuk membantu meringankan beban penyakit.

Liputan6.com, Jakarta Mendonorkan darah bukan semata-mata untuk membantu meringankan beban penyakit. Lebih dari itu, donor darah yang aman telah menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun.

Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr Jihane Tawilah mengatakan, transfusi darah berperan dalam memberikan peluang bagi mereka yang membutuhkan peluang hidup lebih panjang dan bermutu, bagian tak terpisahkan dari prosedur pembedahan yang sulit, serta membantu upaya kesehatan ibu dan anak serta saat terjadi bencana.

Di lain sisi, transfusi darah yang tak aman dapat menjadi sumber penularan penyakit seperti risiko penularan virus hepatitis B dan C, HIV dan penyakit lain. Meskipun dapat dicegah, hal ini masih terjadi karena tak tersedianya atau kurang layaknya mutu penyaringan atau skrining pada pelayanan transfusi darah. 

"WHO menyarankan pengembangan sistem guna memantau dan meningkatkan keamanan proses transfusi, semisal sebuah komite transfusi rumah sakit atau haemovigilance yang mengidentifikasi dan memastikan terjadinya transfusi yang aman dan tepat," kata Tawilah, melalui keterangan pers, Kamis (2/6/2016).

WHO mencatat, dari 108 juta donasi darah di seluruh dunia, sekitar setengahnya terkumpul dari negara-negara berpenghasilan tinggi, yang rakyatnya berjumlah 18 persen dari penduduk dunia.

Telah terjadi hampir 25 persen peningkatan dari 80 juta donasi yang dilakukan pada 2004. Di negara-negara berpenghasilan rendah, donor darah yang diberikan pada anak usia di bawah lima tahun dapat mencapai 65 persen, sementara di negara-negara berpenghasilan tinggi, transfusi banyak diberikan kepada kelompok usia di atas 65 tahun, diantaranya mencapai 76 persen.

Ada tiga jenis donor darah, yaitu sukarela-tak berbayar, keluarga atau pengganti, dan berbayar. Prevalensi penularan penyakit pada kelompok sukarela-tak berbayar inilah yang paling kecil dibanding kelompok lain.

Setiap tanggal 14 Juni setiap tahun, masyarakat dunia merayakan Hari Donor Darah Sedunia, sebagai pernyataan terima kasih terhadap para donor sukarela-tak berbayar atas pertolongan mereka. Hari tersebut juga digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya donasi darah yang berkala untuk memastikan ketersediaan darah dan produk darah bagi yang memerlukan.

Tema Hari Donor Darah Sedunia tahun ini, "Darah menghubungkan kita semua" (Blood connects us all), mengingatkan adanya hubungan antara donor dan pasien. Diharapkan kita semua akan tergerak untuk saling peduli dan saling menolong, membangun masyarakat yang bersatu," katanya.

Di Asia Tenggara, dari kebutuhan 18 juta unit darah per tahun sekitar 15.9 juta unit berhasil dikumpulkan setiap tahun. Sekitar 82 persen didapatkan dari donor sukarela. Seratus persen dari darah terkumpul melalui proses penyaringan bagi penyakit menular. Di tahun 2000, WHO menyusun strategi global untuk keamanan darah guna menekan beban penyakit yang disebabkan transfusi tak aman, dengan menitik beratkan pada koordinasi nasional pelayanan transfusi.

Bekerjasama dengan Komisi Nasional Penanggulangan AIDS dan Palang/Bulan Sabit Merah Indonesia (PMI), WHO telah menyediakan dukungan teknis bagi pengembangan pemanfaatan darah dengan bijak serta skrining untuk virus hepatitis B dan C, HIV, serta sifilis.

Pengendalian mutu masih menjadi tantangan bagi tes laboratorium untuk memastikan haemovigilance dan pemantauan, juga terhadap kejadian dan prevalensi infeksi hepatitis pada donor darah dan risiko hepatitis dan HIV pasca transfusi. Tenaga-tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan perlu mengetahui hal-hal di atas.

WHO akan terus menyediakan dukungan teknis bagi Indonesia demi ketersediaan darah yang aman. Bersama, kita berupaya memastikan akses bagi ketersediaan darah dan produk darah yang aman.