Sukses

Hukuman Kebiri Bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran

IDI Kota Dumai menyatakan hukuman suntik kebiri bagi penjahat seksual sangat bertentangan atau tidak sesuai dengan keilmuan kedokteran.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Dumai menilai hukuman suntik kebiri bagi penjahat seksual sangat bertentangan atau tidak sesuai dengan keilmuan kedokteran. Karena itu, mereka sepakat untuk menolak sebagai pelaksana.

Ketua IDI Kota Dumai dr Ferianto di Dumai, Jumat, menyebutkan, hukuman kebiri bagi penjahat seksual dinilai sangat bertentangan dengan ilmu kedokteran dan akan membawa dampak buruk terhadap psikis pelaku.

"Secara keilmuan sudah jelas bertentangan dan daripada kebiri lebih baik pelaku kejahatan seksual tersebut dihukum mati," kata dia.

IDI Dumai juga memandang hukuman kebiri juga bertentangan dengan kode etik profesi kedokteran dan kurang memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual tersebut.

Meski resminya IDI Dumai yang beranggotakan sekitar 180 dokter ini belum menerima edaran pengurus pusat terkait penolakan hukum kebiri, mereka mengetahui dari pemberitaan di media massa.

Sementara itu Direktur RSUD Dumai dr Syaiful mengaku siap melaksanakan hukuman kebiri sesuai hasil di pengadilan nantinya. Namun sejauh ini pihaknya belum menerima turunan surat atau sosialisasi lain.

"Hingga kini kita belum mengetahui peran rumah sakit dalam pelaksanaan Perppu nomor 1 tahun 2016 tersebut, tapi intinya siap untuk melaksanakan hukuman kebiri ini jika sudah diputuskan pengadilan," katanya kepada wartawan.

Diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan sanksi berat bagi pelaku kejahatan seksual.

Di antaranya, hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara, kemudian tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik.