Liputan6.com, Jakarta Sejak 2004 silam, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menetapkan 14 Juni sebagai World Blood Donor Day atau Hari Donor Darah Sedunia. Ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan kebutuhan darah aman untuk berbagai kebutuhan medis dan penyelamatan nyawa.
Tahun ini WHO mengusung tema "Blood connects us all" atau "Darah membuat kita saling terhubung" untuk memperingati Hari Donor Darah Sedunia. Negara-negara di seluruh dunia memperingati Hari Donor Darah Sedunia dengan cara berbeda-beda, salah satunya dengan menyelenggarakan donor darah.
Namun, sebelum mendonorkan darah penting untuk mengetahui golongan darah kita. Tak hanya sekadar mengetahui golongan darah A, B, O, dan AB saja, pengetahuan mengenai rhesus pun penting dimiliki. Hal itu untuk mencegah reaksi imunologis saat transfusi karena golongan darah yang tidak kompatibel. Reaksi tersebut bisa berakibat pada anemia hemolisis, gagal ginjal, shock, bahkan kematian.
Advertisement
Di Indonesia, Komunitas Rhesus Negatif Indonesia (RNI) menyambut peringatan Hari Donor Darah Sedunia dengan mengadakan acara "Ngobrol Santai bersama Rhesus Negatif Indonesia" pada 4 Juni 2016 lalu di Paviliun 28, Jakarta.
Acara yang digagas sebagai ajang silaturahmi antaranggota sekaligus sosialisasi pengetahuan seputar rhesus negatif ini RNI menghadirkan Dr dr Yuyun Soedarmono, MSc, Ketua Perhimpunan Dokter Transfusi Darah Indonesia (PDTDI) dan Lici Murniati, Ketua Umum Rhesus Negatif Indonesia.Â
Melalui acara tersebut RNI ingin kembali "meluruskan" kekeliruan serta mitos-mitos yang berkembang mengenai rhesus negatif. Misalnya, masyarakat umum masih menduga rhesus negatif sebagai kelainan darah atau sering mengasumsikan rhesus negatif sebagai "darahnya orang bule", pemiliknya sulit memiliki keturunan, serta mitos mitos lainnya.
Baik Lici maupun dr Yuyun kembali menyatakan bahwa rhesus negatif bukanlah penyakit atau bentuk kelainan darah melainkan hanya salah satu jenis penggolongan darah.
"Rhesus negatif itu salah satu jenis penggolongan darah saja, sama seperti golongan darah A, B, O. Rhesus pun sama, ada rhesus positif, ada pula rhesus negatif. Dan sama seperti penggolongan darah ABO, rhesus negatif pun bersifat genetik, dibawa oleh gen ibu dan ayah. Bukan suatu kelainan, bukan suatu penyakit, hanya penggolongan darah saja," jelas dr Yuyun.
Hanya saja yang kemudian menjadi masalah ketika individu pemilik rhesus negatif memerlukan transfusi darah. Sampai saat ini data statistik pemilik rhesus negatif di Indonesia hanya 0,05 persen dari seluruh jumlah penduduk. Oleh karenanya dr Yuyun menyambut positif adanya komunitas RNI.
"Keberadaan komunitas RNI ini bagus sekali. Jadi sesama individu yang bergolongan rhesus negatif bisa saling tahu dan saling bantu. Bisa saling mengontak saat sama-sama membutuhkan," ujarnya.
Rhesus Negatif Indonesia adalah komunitas sosial kemasyarakatan (non-profit) yang dibentuk atas dasar ketergantungan yang tinggi antar sesama pemilik rhesus negatif sehingga jika ada salah satu anggotanya membutuhkan transfusi bisa diatasi dengan cepat. Komunitas yang kini telah beranggotakan 2000 orang dari seluruh Indonesia ini terus berusaha menyosialisasikan pengetahuan seputar rhesus negatif melalui berbagai cara.