Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Farid Moeloek, mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerima laporan terkait peredaran vaksin palsu dari Polri sejak 2013.
Selain itu, BPOM juga berhasil menemukan dan menindaklanjuti pengedar vaksin palsu yang tidak memiliki wewenang. Setelah itu kasus pun terhenti, dan kini kembali mencuat. Menkes lantas menyebut kasus ini on-off.
"Kementerian Kesehatan sangat menentang dan tidak mentolerir pemalsuan yang membahayakan kesehatan. Kami berterima kasih pada Polri yang telah membongkar peredaran vaksin palsu, yang sebenarnya pada 2013 pernah dilaporkan dan sempat on-off," kata Menkes pada Jumat (24/6/2016).
Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapetik, Togi Hutadjulu Apt, menekankan, "Dari laporan masyarakat ditemukan produk yang memang tidak sama dengan produk yang selama ini digunakan. Kemudian kami menindaklanjuti, kami temukan beberapa pemain, pengedar obat palsu ini, yang kemudian diidentifikasi. Dan kini pengedar pun sudah ditindaklanjuti."
Togi melanjutkan, dari temuan saat ini ternyata pelakunya adalah orang yang sama meski usahanya berbeda. "Ini yang disebut on-off oleh Menkes. Penelusuran tetap dilakukan karena memang masalah obat palsu ini bisa dibilang ranah kriminal, sehingga produk ini bisa tersebar di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat."
Menkes kemudian mengatakan, selama itu pula belum ada laporan terkait balita yang terkena dampak dari vaksin palsu ini.
"Saya berpatokan pada apa yang dibilang oleh Dr Aman Pulungan, jika cairannya berisi antibiotika tidak berbahaya karena cairan yang disuntikkan kurang dari setengah cc. Bahkan, BCG cuma 0,1 cc. Kalau cuma cairan infus tidak berat. Tapi sampai sekarang kami menunggu laporan dari BPOM," kata Menkes.
Advertisement