Liputan6.com, Jakarta Sehubungan dengan adanya temuan vaksin palsu oleh Bareskrim Mabes Polri pada Juni 2016, Badan Pengawas Obat dan makanan Republik Indonesia (BPOMÂ RI) memandang perlu untuk memberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Â Vaksin merupakan salah satu produk biologi yang dikategorikan sebagai produk yang berisiko tinggi (high risk), sehingga memerlukan pertimbangan dan perhatian khusus serta pengawasan yang lebih ketat dibandingkan produk obat pada umumnya.
Baca Juga
2. Badan POM bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat, dan mutu vaksin yang beredar di Indonesia. Untuk itu, Badan POM melakukan pengawasan secara berkesinambungan terhadap vaksin mulai dari evaluasi pre-market hingga post-market. Evaluasi pre-market dilakukan dengan memastikan pemenuhan terhadap persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, serta dilakukan pengujian untuk mengeluarkan lot/batch release sebelum produk dipasarkan.
Advertisement
3. Pengawasan post-market dilakukan melalui sampling dan pengujian produk beredar baik di sarana distribusi maupun sarana pelayanan kesehatan, serta pengawasan di sarana produksi untuk memastikan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan pengawasan di sarana distribusi untuk memastikan penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) termasuk menjamin adanya rantai dingin di seluruh rantai distribusi.
4. Vaksin yang tidak sesuai persyaratan secara sporadis telah ditemukan sejak tahun 2008, namun pada saat itu kasus hanya terjadi dalam jumlah kecil dengan modus pelaku pada umumnya adalah melakukan penjualan vaksin yang telah melewati masa kedaluwarsanya.
5. Tahun 2013, Badan POM menerima laporan dari perusahaan farmasi Glaxo Smith Kline terkait adanya pemalsuan produk vaksin produksi Glaxo Smith Kline yang dilakukan oleh 2 sarana yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian. Laporan ini telah ditindaklanjuti dengan hasil satu sarana terbukti melakukan peredaran vaksin ilegal. Tersangka dikenai sanksi sesuai Pasal 198 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan berupa denda sebesar Rp1.000.000,-.
6. Tahun 2014, Badan POM telah melakukan penghentian sementara kegiatan terhadap 1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) resmi yang terlibat menyalurkan produk vaksin ke sarana ilegal/tidak berwenang yang diduga menjadi sumber masuknya produk palsu.
7. Tahun 2015, Badan POM kembali menemukan kasus peredaran vaksin palsu dimana produk vaksin palsu tersebut ditemukan di beberapa rumah sakit di daerah Serang. Hingga saat ini, kasus sedang dalam proses tindak lanjut secara pro-justitia.
8. Untuk mengatasi vaksin yang tidak memenuhi syarat ataupun palsu tahun 2008-2016, Badan POM langsung meneruskannya ke ranah hukum.
9. Tahun 2016, Badan POM dan Bareskrim Mabes Polri menerima laporan dari PT. Sanofi-Aventis Indonesia terkait adanya peredaran produk vaksin Sanofi yang dipalsukan. Badan POM telah melakukan penelusuran ke sarana distribusi yang diduga menyalurkan produk vaksin palsu tersebut. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, diketahui bahwa CV. AM yang diduga melakukan pemalsuan menggunakan alamat fiktif. Pihak Bareskrim Mabes Polri secara paralel melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
10. Temuan vaksin palsu saat ini adalah kejadian kriminal murni dimana pelakunya adalah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab di lima lokasi (Subang, Jakarta, Tanggerang Selatan, Bekasi, dan Semarang).
11. Pengawasan vaksin akibat perbuatan kriminal ataupun di jalur ilegal dilakukan Badan POM bekerja sama dengan kepolisian karena dalam pengawasan perbuatan kriminal ini diperlukan tindakan kepolisian antara lain penyitaan dan penahanan apabila diperlukan yang mana Badan POM tidak memiliki kewenangan.
12. Keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM di nomor telepon 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0-8121-9999-533, e-mail halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.