Sukses

Penis Butuh Vitamin ini Agar Ereksi Lebih Lama

Para peneliti tekah menguji 143 penderita DE dan menemukan hampir setengahnya memiliki tingkat Vitamin D yang rendah.

Liputan6.com, Jakarta Kaum pria yang ingin kinerja kelaminnya (penis) meningkat cobalah berjemur. Vitamin D yang diperoleh dari sinar matahari itu mampu meningkatkan ereksi dan stamina seksual pria di ranjang.

Selama ini kehadiran pil biru kecil dibutuhkan untuk mengatasi masalah disfungsi ereksi (DE). Maklum saja, DE mempengaruhi setengah dari seluruh pria usia antara 40 hingga 70 tahun. Tapi, peneliti University of Milan di Italia menemukan kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko masalah ereksi.

Para peneliti tekah menguji 143 penderita DE dan menemukan hampir setengahnya memiliki tingkat Vitamin D yang rendah dan hanya seperlimanya yang kadarnya optimal.

Pria yang kasus DE ekstrem memiliki kadar Vitamin D 24 persen lebih sedikit dibanding pria yang mengalami DE ringan.

"Kekurangan vitamin D mudah diketahui dan diperbaiki dengan sederhana melalui perubahan gaya hidup yang mencakup latihan, perubahan pola makan, suplementasi vitamin, dan paparan sinar matahari sederhana," kata penulis studi Dr Erin Michos seperti dilansir Dailystar.

Menurutnya pemeriksaan kadar Vitamin D berguna untuk mengukur risiko DE. Pria bisa menambah asupan Vitamin D dari makanan seperti minyak ikan, telor, dam sereal. Tapi, kebanyakan pria memperoleh sebagian besar Vitamin D yang berasal dari sinar matahari.

Penis Butuh Vitamin D

Lantas mengapa pria membutuhkan vitamin D untuk penisnya? Alasannya, vitamin D berperan dalam meningkatkan fungsi sel endotel dan membentuk oksida nitrat, sebuah molekul yang membantu pembuluh darah berfungsi dengan baik.

Oksida nitrat memungkinkan pembuluh darah di penis untuk bersantai sehingga meningkatkan aliran darah dan menyebabkan ereksi.

Pembuluh darah di penis pria sangat kecil, berdiameter hanya satu atau dua milimeter sehingga mereka juga dapat dengan mudah diblokir oleh plak yang disebabkan faktor-faktor seperti pola makan yang buruk, kurang olahraga, merokok, usia, atau genetika.