Sukses

Ketimbang Sekolah, Remaja Indonesia Pilih Menikah Dini

Pernikahan dini membuat remaja perempuan cenderung putus sekolah. Hal ini membuat perempuan tak memperoleh pendapatan yang layak.

Liputan6.com, Jakarta Kejadian pernikahan di bawah usia 18 tahun alias pernikahan dini masih tinggi di Indonesia. Aneka kerugian pun diperoleh gara-gara pernikahan di usia terlalu belia.

Salah satunya remaja perempuan jadi putus sekolah. Berdasarkan Susenas 2015 (BPS 2016), sekitar 91 persen dari perempuan yang menikah sebelum usia 18 tidak menyelesaikan sekolah.

"Dengan pendidikan yang rendah, mereka cenderung memiliki keterbatasan dalam partisipasi angkatan kerja dan memperoleh pendapatan yang layak," kata United Nations Population Fund (UNFPA) Representative di Indonesia, Annette Sachs Robertson, dalam keterangan pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ditulis Selasa (23/8/2016).

Untuk mengatasi masalah perkawinan anak, perlu ditingkatkan beberapa kebijakan, terutama bagi anak perempuan. Di antaranya pelaksanaan wajib belajar 12 tahun, pendidikan lanjutan untuk anak perempuan, serta pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah dan universitas.

Selain itu, perlu dipikirkan akses untuk kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan reproduksi, pencegahan kekerasan seksual, dan keterlibatan remaja perempuan dalam pembangunan. Melaksanakan kebijakan ini merupakan investasi pada remaja perempuan dan sekaligus investasi untuk masa depan Indonesia.

"Investasi di bidang kesehatan dan pendidikan remaja perempuan mempunyai dampak yang saling menguntungkan. Jika remaja perempuan disediakan dengan akses kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan reproduksi dan perbaikan gizi, mereka dapat baik secara fisik dan mental melanjutkan pendidikan," kata Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty.

Remaja sebagai penerus dan menerima estafet harus disiapkan sejak dini mulai dari keluarga dengan keluarga sebagai wahana pertama dan utama dalam pendidikan moral, Surapty menambahkan.