Sukses

Produk Pangan Rekayasa Genetika Berbahaya bagi Kesehatan?

Sebuah pesan berantai mengungkapkan bahaya dari produk pangan rekayasa genetik seperti kedelai dan jagung manis. Benarkah hal tersebut?

Liputan6.com, Jakarta Beberapa hari terakhir muncul pesan berantai (broadcast) tentang bahaya produk Pangan Rekayasa Genetika (Genetically Modified Food). Tertulis dalam pesan berantai tersebut bahwa Pangan Rekayasa Genetik (PRG) adalah sejenis makanan sangat beracun dan terkait dengan penyebab tumor.

Pesan berantai yang tidak disertai dengan siapa penulisnya ini sontak membuat kaget banyak orang. Bagaimana tidak beberapa makanan seperti jagung manis dan ubi ungu disebutkan dalam broadcast ini sebagai makanan beracun.

Berikut isi tulisan broadcast tersebut:

Amerika Serikat akhirnya secara resmi mengumumkan bahwa: Pangan Rekayasa Genetika (GMF: Genetically Modified Foods) adalah sejenis makanan yang sangat beracun.

Sebagian besar penyakit tumor ada kaitannya dengan GMF. Segera sebarkan info ini kepada teman dan saudara Anda! Mintalah mereka berhati-hati!

Saat pergi belanja di Mall harus lihat dengan teliti: kalau barcode yang dimulai dengan angka “8” itu artinya makanan yang telah dimodifikasi secara genetika!

Tidak peduli makanan apa saja, asalkan pengolahannya secara genetika, jangan beli apalagi dimakan!

Sebagus apapun alasan para ahli dalam mempromosikan makanan genetika dan mengkleim bahwa makanan tersebut tidak membahayakan, tapi kita harus tahu bahwa:
Orang Amerika tidak makan;
Uni Eropa melarang;
Dilarang keras oleh Sistem Pangan Khusus China;
Dilarang keras oleh Expo Dunia;
Dilarang keras oleh Asian Games;
Orang Afrika rela mati kelaparan daripada konsumsi GMF;
Dilarang keras oleh Universiade;
Rusia membuktikan bahwa GMF dapat membuat hewan punah dalam tiga generasi.

Hindari konsumsi makanan-makanan (beracun) seperti dibawah ini:
Tomat sapi genetika berwarna merah mengandung racun kalajengking;
Jagung manis adalah sungguhan rekayasa genetika;
Ubi jalar warna ungu adalah hasil modifikasi genetika.

Jagung manis adalah makanan yang dimodifikasi secara genetika oleh Amerika, selama ini jagung manis yang kita konsumsi sebenarnya .... adalah makanan genetika (GMF) yang digunakan oleh orang barat sana sebagai makanan binatang. Namun, selama bertahun-tahun masih banyak orang sama sekali tidak tahu, masih saja suka membeli jagung manis untuk dimakan. Himbauan untuk semua orang, baik kaum muda, yang belum menikah, atau yang belum punya anak, jangan makan lagi! Setelah pesan yang begitu mengerikan ini diumumkan, harap semua orang dapat berpikir demi kebaikan sendiri dan keluarga, harus dicamkan baik-baik: jangan pernah konsumsi makanan genetika (GMF) lagi.

Harus diingat bahwa…semua jenis makanan dan buahan yang bukan musiman secara alami, tidak boleh makan.

Sesibuk apapun Anda, tolong sempatkan diri untuk dibagikan ke yang lain.

Menanggapi pesan berantai di atas Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Adil Basuki Ahza mempertanyakan siapa penulisnya dan berasal dari sumber terpercaya atau tidak.

"Menurut saya pesan tersebut 90 persen tidak benar ya. Pertama-tama definisi beracun itu apa? Sekarang lihat saja padi yang disemprot pestisida. Apakah itu sudah pasti bebas racun? (Penggunaan kata) racun harus didefinisikan dahulu apa," kata Adil.

Adil menuturkan ketika sebuah varietas PRG akan dilepaskan ke pasaran, sebelumnya harus melalui serangkaian pengujian. Mulai dari tes struktur, toksisitas, uji kepada hewan, dilepaskan ke kelompok terbatas, baru kemudian dipasarkan.

Misalnya ingin menghasilkan bahan pangan yang tahan dari serangan hama. Pertama-tama dilakukan uji apakah benar bisa tahan dari serangan hama penyakit. Lalu tingkat kadar senyawa yang menimbulkan reaksi naik atau tidak. Lalu dicek toksisitas apakah muncul senyawa beracun. Kemudian dilakukan pengujian pada hewan dahulu. Lalu, disebarkan secara terbatas, baru kemudian dirilis secara internasional seperti dicontohkan Adil.

"Sebelum sebuah produk atau varietas PRG dilepas ke masyarakat itu kompleks. Tidak sembarang seseorang melepas sebuah varietas," tutur Adil saat dihubungi dalam sambungan telepon pada Senin (29/8/2016).

Ketika sebuah varietas sudah dilepas ke masyarakat, Komisi Keamanan Pangan dari Kementerian Pertanian akan melakukan penelitian dan pengujian di lapangan. Sehingga petani tidak bisa sembarangan menanam jagung atau kedelai PRG.

"Jadi masyarakat tenang-tenang saja. Tak perlu gelisah. Pasti pemerintah sudah lakukan pengujian," kata Adil.

Faktanya lagi sebagian produk jagung, kedelai, dan beras impor merupakan hasil PRG. 

"Suka atau tidak suka kita pasti akan makan makanan yang dimodifikasi genetik untuk mengejar pertambahan manusia," lanjut pria yang juga aktif di Lab Rekayasa Proses Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Lalu mengenai konsumsi PRG bisa memicu tumor, Adil pun tak setuju. Kembali lagi, sebelum varietas PRG dijual ke masyarakat pasti sudah melalui aneka tes. Ketika produk tersebut aman baru diperkenankan dijual. 

Jika tidak ada PRG lalu menggunakan proses produksi pangan secara alamiah cenderung hasilnya tidak stabil. Hal ini malah membuat kebutuhan manusia yang begitu besar jadi tidak terpenuhi. 

Isu Lama

Sementara itu Tejo Wahyu Jatmiko dari Koordinator Aliansi untu Desa Sejahtera mengungkap inti pesan broadcast ini sebenarnya sudah didengungkan sejak 16 tahun lalu.

"Pernyataan dari US (Amerika Serikat) itu hanya menegaskan peringatan kami sejak 16 tahun lalu. Kami sudah memprotes karena ketidakcukupan kajian ilmiah dan keamanan pangan," kata Tejo dalam singkat.

Menurut Tejo, selama ini pemerintah Indonesia menganggap produk-produk PGR dari luar negeri itu aman karena dianggap memiliki substansi yang sama. Sehingga tidak ada kewajiban pengujian terhadap varietas PRG. Di luar negeri, tepatnya profesor asal Prancis--Serralini--sudah melakukan kajian terbaru dengan pendekatan pada sisi keamanan PRG.

"Jadi karena dianggap secara substansi sama maka dinyatakan aman. Meski belum dilakukan pengujian keamanan pangannya. Itulah yang ditentang kawan-kawan pecinta lingkungan," kata Tejo.