Sukses

Psikolog Ungkap Perilaku Egi John

Ketika putus hubungan alangkah baiknya bersikap dewasa, baik dalam bertindak dan berpikir seperti diungkapkan psikolog.

Liputan6.com, Jakarta Rasa kecewa aktor Egi John kepada mantan kekasihnya, aktris Marshanda, tak bisa terbendung lagi. Usai putus cinta, Egi mengungkapkan banyak hal negatif tentang Marshanda melalui media sosial.

Lewat akun Instagram @mregijohn, ia mengungkap sifat Marshanda yang matrealistis lalu masalah keuangan hingga kesehatan organ intim bintang sinetron Bidadari ini. 

"Jelasin pleaseeeee jgn ngumpet mulu di mobil alphard lo yang gak ada bensinnya dan apartment lo yg gak bisa bayar Listrik maintenancenya. (Ujung ujungnya jg gw yang bayar)," Egi John memaparkan.

Meski unggahan tersebut sudah dihapus, publik sudah melihatnya. Hingga kini, topik ini masih menjadi obrolan di masyarakat.

Rasa kesal, marah, dan kecewa kepada seseorang merupakan hal manusiawi. Namun ada baiknya disikapi secara dewasa. Jangan gara-gara rasa marah lalu dilampiaskan dengan membuka aib atau keburukan pasangan ke publik. Sebetulnya, hal ini bukan saja dialami oleh Egi John. Ada juga orang yang bukan dari kalangan publik figur seperti diungkapkan psikolog Ajeng Raviando.

"Ketika putus hubungan, alangkah baiknya bersikap dewasa, baik dalam bertindak maupun berpikir. Ya namanya sudah putus ya sudah. Bukan kemudian mengumbar hal-hal yang enggak perlu juga," kata Ajeng.

Ajeng mencontohkan ada banyak pasangan yang sudah menikah lalu bercerai, tapi tetap bisa menyimpan rapat masalah yang terjadi. Bukan membuka keburukan mantan istri atau suami ke publik. 

"Yang divorce (bercerai) saja banyak yang bisa tetap calm down. Ketika putus ya bukan berarti kita buka aib atau keburukannya ke publik hanya demi melampiaskan kemarahan," kata Ajeng.

Transformasi Marshanda dengan Sederet Masalah. (Instagram @marshanda99)

Mengumbar keburukan mantan pacar apalagi ke media sosial juga bisa jadi bumerang bagi diri sendiri. Publik yang melihat orang tersebut akan menanyakan "apa iya dia tidak punya salah alias sempurna?".

"Orang sering lupa pada saat mengungkap keburukan orang lain itu bisa jadi bumerang. Apa iya kita sebagai manusia perfect? Enggak juga kan, setiap manusia pasti ada salahnya, ada baiknya," tekan psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.