Liputan6.com, Jakarta Istilah "kejamuran" dewasa ini semakin sering digunakan khususnya di kalangan remaja, untuk menggambarkan seseorang yang tengah larut dalam dunia penuh halusinasi akibat mengonsumsi narkoba jenis mushroom atau jamur.
Baca Juga
Advertisement
Narkoba jenis ini memang tidak begitu adiktif atau jarang menyebabkan ketergantungan berjangka panjang pada penggunanya. Umumnya, para remaja mencoba konsumsi mushroom akibat tekanan yang begitu kuat dari lingkungannya atau termotivasi oleh rasa penasaran yang sulit dikendalikan.
Meski tidak memberikan efek yang terlampau berat layaknya narkoba jenis LSD atau DMT, mushroom tetap memiliki kemampuan untuk membuat penggunanya mengalami fase halusinasi tingkat tinggi.
Sama halnya dengan LSD, mushroom tergolong dalam kategori hallucinogen. Mushroom memiliki sejumlah sebutan populer yang mana dua di antaranya adalah, magic mushroom dan psychedelic mushroom.
Selain itu, ada pula sejumlah cara yang kerap digunakan sebagai metode untuk mengonsumsi narkoba jenis tersebut. Umumnya, jamur atau mushroom ini dimakan, namun tidak semua orang menyukai rasanya sehingga memilih untuk mengonsumsinya dalam bentuk minuman yang sudah dicampur dengan bahan perasa tertentu agar terasa lebih nikmat.
Sebetulnya, efek yang diciptakan oleh magic mushroom sama kuatnya dengan LSD atau DMT. Namun ini lebih mungkin terjadi jika penggunanya mengonsumsi dalam jumlah terlampau banyak.
Ada beberapa orang yang berasumsi bahwa membuatnya menjadi jus sama dengan mengonsumsi mushroom dalam kadar tergolong rendah. Akan tetapi, faktanya mushroom yang dijadikan minuman cenderung lebih berbahaya efeknya lantaran rasa tidak terlalu dominan dan manusia pada umumnya akan terus-menerus meneguk minuman tersebut terutama saat dirinya kehausan.
Jadi, secara tidak langsung, peminum "jus" mengandung mushroom ini akan secara perlahan-lahan merasakan efek luar biasa yang tidak semua manusia bisa kendalikan dengan baik.
Reaksi bervariasi
Reaksi bervariasi
Pendapat orang berbeda-beda ketika ditanyakan soal pengalaman mereka mengonsumsi narkoba golongan hallucinogen jenis mushroom. Ada yang berkata bahwa efeknya biasa saja dan mudah terkendali, lalu ada yang merasa bahwa jamur membuat diri mereka insecure dan melihat hal apa pun menjadi sangat negatif, kemudian ada yang mengaku bahwa efeknya begitu kuat sampai memicu beberapa dari mereka untuk bunuh diri.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, efek dari penggunaan mushroom beragam lantaran semua itu tergantung jenis jamur, faktor segar atau tidaknya, cara mengonsumsi, kondisi tubuh pengguna, suasana hati pengguna dan juga takarannya.
Setiap orang boleh punya pandangan masing-masing soal cita rasa mushroom yang mereka konsumsi. Namun, apa jadinya ketika semua perasaan itu, mulai dari terkendali hingga putus asa harus dihadapi secara bersamaan selama seharian penuh?
Simak cerita seorang gadis remaja beserta teman-temannya yang identitasnya kami rahasiakan ini langsung kapok "kejamuran" saat pertama kali mencoba narkoba hallucinogen jenis mushroom:
Advertisement
Berasa paling hits
Berasa paling ‘Hits'
Kelulusan SMA merupakan hal yang sangat spesial bagi kami angkatan kelas 3. Bukan hanya dilihat sebagai tanda untuk menyimbolkan kesuksesan melewati jenjang pendidikan menengah ke atas saja, namun kelulusan juga dianggap sebagai tahap awal untuk kami para remaja mencicipi yang namanya kebebasan.
Meski sudah lulus, bukan berati pikiran kami turut menjadi dewasa. Kebebasan yang ada dalam benak kami pada saat itu diinterpretasikan sebagai tidak adanya larangan untuk coba ini dan itu. Kami hanyut dalam kebahagiaan saat mengetahui bahwa kami diizinkan oleh pihak sekolah untuk merayakan kelulusan di Pulau Dewata.
Tentunya rasa bahagia itu kian memuncak saat kami tahu bahwa tidak akan ada sosok orang dewasa yang ditugaskan mengawasi segala gerak-gerik kami.
Cara remaja masa kini mencari kesenangan jauh berbeda dengan mereka yang hidup di era sebelumnya.
Kenikmatan tiada tara saat alunan musik beraliran techno membombardir gendang telinga yang diiringi oleh proses hilangnya kesadaran saat cairan alkohol memasuki tubuh, membuat saya dan teman-teman bahagia lantaran berpikir diri kami paling keren, seolah kamilah "kiblat" untuk anak muda lainnya di era masa kini kagumi dan contoh.
Sejujurnya pada saat itu saya merasa belum sepenuhnya keren atau "hits" karena mereka yang berhak mendapatkan julukan tersebut adalah para individu yang kaya akan pengalaman.
Sayangnya kami mengira bahwa "berpengalaman" berarti seseorang telah mencoba berbagai jenis narkoba atau terbukti pernah terlibat dalam suatu kegiatan kriminal.
Padahal, pengalaman memiliki arti dan juga contoh yang luas, di mana pencapaian positif dianggap jauh lebih baik dibandingkan yang buruk.
Berasa paling tangguh
Berasa paling tangguh
Jauh dari orangtua, tidak ada yang mengawasi, rasa penasaran yang kian meroket, situasi dan kondisi pada saat itu bisa dikatakan sangat mendukung. Mendukung dalam arti hal tersebut merupakan peluang besar bagi saya untuk beraksi sedikit keluar jalur tanpa ada rasa takut atau cemas yang membebani.
Alhasil, tanpa pikir panjang saya langsung mengajak teman-teman untuk berburu magic mushroom. Dengan rasa percaya diri yang terlampau tinggi, saya menanyakan setiap orang lokal yang ada di area sekitar hotel di mana saya dan teman-teman menginap.
“Permisi, mau numpang tanya nih, kira-kira beli mushroom di mana ya?”
Iya, itu merupakan pertanyaan paling bodoh yang pernah dilontarkan oleh seseorang. Namun, saat itu kami semua begitu desperate menginginkan mushroom dan cara teraneh pun dilakukan demi mengetahui lokasi di mana kami bisa menemukan sekaligus membelinya.
Dua jam telah berlalu, kami sudah berupaya semaksimal mungkin mencari mushroom namun nampaknya kami kurang beruntung. Cara kami bertanya pun sangat tidak profesional dan tidak bisa dipungkiri, sangat mudah menjadi target empuk polisi.
Advertisement
Berasa paling berani
Berasa paling berani
Kami pun akhirnya memutuskan untuk menghabiskan waktu di salah satu klub malam yang berlokasi di pinggir pantai. Kami memilih tempat ini karena pemakai sendal diperbolehkan masuk.
Kami awalnya berniat untuk menghabiskan waktu di villa tempat kami menginap. Apapun agenda kami, yang penting semua dilakukan di villa agar lebih nyaman dan tak harus repot-repot dandan para wanitanya.
Tiba-tiba seorang pria usia paruh baya menghampiri kami yang tengah berjoget di tengah lantai dansa klub malam tersebut. Ia menawarkan kami para wanita minuman yang dikemas dalam botol berwarna sehingga kami tidak bisa tahu apa yang ada di dalamnya.
“Ini magic mushroom, enak ini dijadikan minuman,” kata orang itu kepadaku dan 5 wanita lainnya.
Kami pun langsung bersemangat dan memanggil segerombolan pria teman kami untuk beritahu berita gembira tersebut.
Kami tidak permasalahkan harga, mau murah, sedang atau mahal, kami sudah terlalu senang akhirnya bisa mendapatkan akses ke barang haram tersebut.
Berasa paling hancur
Berasa paling hancur
Sebetulnya, satu botol minum berisikan kandungan jamur ini saja sudah bisa membuat sekitar tiga atau empat orang "kekartunan".
Namun, ego kami sebagai anak muda yang baru meletek atau telat gaul kerap membuat kami merasa sok berani, tangguh, kuat dan kebal terhadap banyak hal, dari mulai yang kami tahu sampai yang tidak.
Pasalnya, setiap orang akhirnya meminum satu botol penuh dan di sinilah perlahan-lahan setiap individu mulai berperilaku aneh hingga mengundang perhatian banyak pengunjung lainnya.
Jujur, apa pun itu, saya tidak pernah merasakan apa pun yang efeknya serupa dengan mushroom.
Awalnya sekujur tubuh saya terasa geli sekaligus gatal seperti ada semut yang sedang berjalan ke sana ke mari mulai dari bagian mata kaki hingga ke atas. Fase kedua adalah keinginan untuk tertawa yang tidak terkendali.
Apapun pun yang muncul di depan mata secara langsung dan tidak terlihat sekaligus terasa lucu hingga menimbulkan keinginan untuk tertawa dan tidak ada yang bisa memberhentikan kami.
Fase berikutnya melibatkan rasa gelisah yang membuat diri saya tidak bisa diam. Hal tersebut kemudian diperkeruh dengan halusinasi ringan yang membuat penglihatan saya kabur.
Tidak hanya kabur, penglihatan saya mulai memiliki kemampuan untuk membuat benda mati seolah hidup atau bergerak. Dalam fase ini pula indera pendengaran menjadi lebih peka seketika, suara kendaraan yang lewat terdengar seperti bom yang sedang diledakkan.
Advertisement
Tahap penyesalan gunakan jamur
Berasa paling malu
Mungkin seharusnya kami tidak usah buru-buru kembali ke villa atau hotel tempat menginap lantaran hanya akan mempermalukan diri masing-masing saja. Apa pun yang kami rasakan, entah mengapa terasa dua kali lipat lebih parah dari normal.
Rasa mual, sakit kepala, geli, gatal, gelisah, menggigil, kepanasan, bingung, senang, ingin tertawa terbahak-bahak, halusinasi, sakit perut, kaki dan tangan kram, ingin buang air kecil, semua hal dirasakan dalam waktu bersamaan.
Halusinasi terlampau tinggi membuat sebagian besar dari kami berbicara dengan benda mati dan menjadi bahan tontonan orang yang ada di sekitar. Ada yang memarahi kursi lantaran berpikir bahwa benda tersebut dikira kekasihnya yang tertangkap basah sedang berselingkuh, lalu ada yang memeluk pohon beringin berpikir bahwa tanaman itu adalah sahabatnya yang sedang mengadakan acara perpisahan sebelum berangkat ke negeri Paman Sam untuk menimba ilmu, dan masih banyak keanehan lain yang tidak hanya saya namun semua korban "kejamuran" lakukan sampai membuat sekeliling kami takut.
Berasa paling mati rasa
Berasa paling mati rasa
Kami terbangun dengan rasa sakit di seluruh bagian tubuh dan dalam keadaan lupa akan segala hal yang terjadi pada malam itu. Lantas, bagaimana kami bisa mengingatnya kembali? Kelakuan kami yang dicap "minus" itu ternyata sudah menjadi bahan tontonan masyarakat di dunia maya.
Belasan orang telah merekam dan mengabadikan kekacauan semalam lewat foto dan video. Sungguh memalukan ternyata kami lupa membayar bon minuman saat di klub malam, memecahkan serentetan pot bunga yang ada di bagian depan tempat penginapan kami, menyebabkan kebisingan luar biasa hingga para tamu lain ada yang langsung check out beberapa jam sebelum kami sadar, ada pula yang salah memasuki kamar dan menyebabkan kerusuhan di pagi hari.
Sayangnya video atau foto tersebut tidak bisa membantu salah satu teman kami yang menemukan dompet beserta kartu identitas dirinya yang ternyata hilang. Kehilangan uang juga sudah menjadi konsekuensi yang tak terelakkan bagi beberapa dari kami.
Kami seperti orang amnesia yang terus-menerus merasa kesal karena menghabiskan waktu seharian berusaha menebak kesalahan atau bentuk kejahatan apa yang telah dilakukan sampai bisa membuat mata orang sekitar tanpa henti terus tersorot pada kami.
Mungkin memang efeknya pada masing-masing orang berbeda-beda. Namun saya percaya akan satu hal bahwa kami semua "kejamuran" dan ketika seseorang mengalami hal tersebut, perilaku atau kelakuan mereka cenderung agresif dan destruktif.
Tidak heran jika kini saya menjadi sangat kapok mendengar seseorang menyebut kata mushroom saja membuat saya muak sekaligus trauma seolah tidak pernah berhenti dihakimi oleh barang haram itu.
Advertisement