Liputan6.com, Jakarta Kasus Mutmainah (28) yang diduga membunuh dan mutilasi anak kandungnya, Arjuna (1) memang masih diselidiki penyebabnya oleh pihak kepolisian. Namun seperti apa pandangan psikolog melihat kasus mutilasi bayi polisi ini?
“Kalau ada seorang ibu membunuh anaknya, apalagi ada anaknya yang masih batita, coba cek apakah ibu itu mengalami Post Partum Psychosis (PPP), atau psikosis pasca-melahirkan,” ujar psikolog keluarga dan anak, Anna Surti Ariani, saat dihubungi oleh Health-Liputan6.com, Rabu (5/10/2016).
Baca Juga
PPP adalah gangguan yang berbeda dan jauh lebih berat jika dibandingkan dengan Baby Blues dan bahkan Post Partum Depression (PPD). PPP bisa terjadi bersamaan dengan Baby Blues atau PPD, atau bahkan terjadi setelahnya, namun sering dialami dalam waktu yang lebih panjang. Untuk ibu yang mengalami Baby Blues, kata para peneliti, hampir 80 persen biasanya terjadi sekitar tiga hingga lima hari setelah mereka melahirkan.
Advertisement
Menurut Anna, ada beberapa gejala yang biasanya dialami oleh ibu yang mengalami Baby Blues, seperti merasa kelelahan, kadang malas mengurus bayi, mood swing alias suasana hati yang berubah-ubah. Seorang ibu yang mengalaminya bisa saja senang, tapi kemudian tiba-tiba bisa menangis sedih, juga mudah tersinggung. Namun biasanya, gejala-gejala tersebut menghilang dalam dua minggu setelah mengalaminya.
Sedangkan PPD, bisa muncul pada saat bersamaan dengan Baby Blues ataupun setelahnya. Namun gejala-gejalanya tidak hilang dalam dua minggu, dan bisa berlangsung jauh lebih lama. Gejala-gejalanya pun sedikit berbeda dengan Baby Blues.
"Biasanya ibu tak hanya mengalami gejala-gejala di atas, namun juga mengalami perubahan pola makan (jadi berkurang atau malah berlebihan) dan pola tidur (jadi sulit tidur, terus terbangun, atau justru tidur terus). Ibu juga merasa sulit menyayangi bayi, bahkan mengutuk diri sebagai ibu yang buruk,” katanya. Namun apabila PPD terjadi lebih berat atau lebih parah, seorang ibu bahkan berusaha menyakiti dirinya sendiri atau bahkan mencoba bunuh diri.
Sedangkan pada ibu yang mengalami PPP, ada masa-masa dimana kesadarannya seakan ‘terpisah’ dari kenyataan saat ini.
"Contohnya, ia merasa mendengar suara yang tak bisa didengar orang lain atau melihat sesuatu yang tak dilihat orang lain (halusinasi). Kadang halusinasi ini menyuruhnya untuk membunuh bayinya demi menyelamatkan bayi tersebut. Artinya, ibu tersebut membunuh bayinya bukan karena tega, namun karena kasih sayangnya yang luar biasa, tapi tidak sedang dalam fase sadar,” katanya.
Anna menuturkan, penyebab seorang ibu bisa sampai mengalami PPP biasanya ia telah mengalami kondisi hidup yang begitu luar biasa sulit dan ia tetap bertahan. Oleh karena itu, sungguh tega sekali kalau orang-orang justru menghakimi ibu ini.
"Ibu ini justru sangat perlu ditolong untuk dapat kembali berfungsi normal sebagai seorang ibu yang mencintai keluarganya,” ujarnya.
Meskipun Mutmainah belum tentu mengalami PPP, karena ia belum pernah memeriksanya secara langsung, tapi tetap ada kemungkinan bahwa ia mengalami gangguan ini.
Anna berharap, Mutmainah bisa mendapatkan pertolongan yang tepat. "Jika ada yang mau membawa ibu tersebut ke Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI, moga-moga saya bisa membantunya,” pungkasnya.