Liputan6.com, Jakarta Pemuda berparas tampan itu berusaha berdiri dibantu sepasang sepatu besi. Kedua kakinya lumpuh. Ia tak mampu menggenggam lempeng besi di hadapannya untuk menopang tubuh sehingga kedua tangannya terpaksa diikatkan pada lempeng besi itu. Semata-mata agar ia tak jatuh. Walaupun berkeringat, namun senyumnya masih saja terlihat mengembang.
Baca Juga
Dia adalah Derry Odila (21) yang dahulu memiliki kondisi fisik normal serta berprestasi. Ia jago main basket dan sempat menjadi ketua OSIS di Permata Bunda-Cisalak, sekolahnya dulu. Sebuah kecelakaan yang dialami pada 2011--saat ia duduk di kelas 3 SMP--telah mengubah hidupnya.
Advertisement
Sebuah mobil menabrak Derry dari belakang ketika ia hendak menyeberang jalan sepulang sekolah. Ia terpental cukup jauh. Akibatnya, ia harus masuk ICU dan mengalami koma selama 3 bulan.
“Pembuluh di lehernya putus, kayak ayam dipotong. Dia koma 3 sampai 4 bulan,” ujar perawat pribadi Derry, Wawan Gunawan (23), saat ditemui Health-Liputan6.com di Wisma Tuna Ganda Palsigunung, Kamis (3/11/2016).
Akibat benturan keras pada saraf motorik di kepalanya, Derry mengalami kerusakan otak (celebral palsy), keterlambatan berfikir, tuna wicara, dan lumpuh. Kondisi ini juga membuatnya amnesia.
"Jadi dia harus dikenalin dari awal, dikenalin siapa dirinya dia, orang-orang di sekitarnya, dan masa lalunya. Seperti hidup yang baru,” ujar salah satu perawat di sana, Rochnawati (42).
Derry mulai bisa mengungkapkan keinginan
Sejak lima tahun lalu Derry menjadi anak rawat di Wisma Tuna Ganda, Palsigunung dan menjalani fisioterapi. Dia rutin melakukan terapi di bawah bimbingan Rita Komala, salah satu fisioterapis di sana. Terapi yang dijalaninya antara lain latihan berdiri, merangkak dengan tangan, dan fisioterapi.
Kini Derry mengalami banyak kemajuan, mulai dari mengingat nama, duduk, hingga mulai bertenaga.
“Dulu tangannya enggak bisa dibuka. Karena terlanjur kaku otot-ototnya, jadi agak dipaksa untuk dibuka. Karena kalau enggak gitu, lama-lama otot jarinya bisa pendek, keburu tidak bisa dilurusin lagi,” ujar Rita.
Sesekali Derry tampak memberontak dari berlatih. Tapi biasanya itu karena Derry merasa lelah. Tapi sejauh ini kondisinya sudah jauh lebih baik.
“Walaupun dengan bahasa isyarat yang sangat terbatas, tapi sekarang dia bisa mengungkapkan keinginannya, seperti nengok, senyum, dan alisnya gerak-gerak ketika mau sesuatu,” ujar Kristanti, Kepala Wisma Tuna Ganda Palsigunung.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini tidak tinggal di wisma tersebut. Dia hanya menjalani terapi perawatan saja setiap Kamis, Sabtu, dan Minggu, dari pukul 10.00 hingga 14.30 sore. Ketika sudah selesai terapi, biasanya Derry dijemput pulang oleh ayahnya naik motor. Derry diapit di antara tubuh ayahnya dan Wawan menuju ke rumahnya di Pekayon, Jakarta Timur.
Kondisi Derry memang berbeda dari anak-anak rawat lainnya yang berada di panti tersebut. Meski begitu, para petugas panti tetap semangat berusaha membantu Derry agar kondisinya jadi lebih baik.
Kristanti berujar, “Upaya kita hanya membantu ingatan dan pemahaman dia. Tapi kalo pendidikan seperti matematika dan membaca, perlu proses panjang yang lama. Kasus ini memang beda, namun bisa menimpa siapa saja.”
Advertisement