Liputan6.com, Jakarta Penggunaan antibiotik yang tidak terkendali menjadi penyebab resistensi antibiotik terus meningkat. Saat ini, resistensi antibiotik merupakan ancaman besar di bidang kesehatan. Jika tidak segera dikendalikan, resistensi anitbiotik bisa memiskinkan dunia.
Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, Harry Parathon memperkirakan, resistensi antibiotik akan berdampak cukup besar bagi Indonesia yang bisa berimbang ke berbagai negara lainnya. Nilai kerugian pun ditafsir mencapai USD 100 triliun.
"Antimikroba resisten ini bisa memiskinkan kita, karena biaya perawatan untuk orang yang sudah resisten ini luar biasa besar," kata Harry dalam acara Pekan Peduli Antibiotik: Bijak Gunakan Antibiotik di Hotel JW Marriot, Selasa (22/11/2016)
Advertisement
16 tahun yang lalu, jelas Harry, resisten antibiotik di Indonesia hanya 6,9 persen. Mengalami peningkatan sebesar 30 persen pada 2005. Lima tahun kemudian, jelas Harry, meningkat lagi sebesar 30 besar dan yang pada 2013 mendekati 56 persen.
"Dan terakhir 2015, sebesar 72 persen," kata Harry menambahkan.
Menurut Harry, masalah resistensi antibiotik masih menjadi topik penting yang akan terus dibahas setiap tahunnya. Bukan hanya dokter saja yang harus diedukasi lebih untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik ini, seluruh masyarakat juga harus cerdas dalam menggunakan antibiotik.
"Antibiotik tidak digunakan untuk penyakit seperti batuk, pilek, dan diare tidak berdarah. Jangan sedikit-sedikit langsung meminta antibiotik pada dokter dan jangan menyimpan apalagi sampai memberikan antibiotik ke orang lain," kata Harry menekankan.