Liputan6.com, Jakarta Lahir dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), Josephine Nabukenya, asal Kampala, Uganda, tidak patah semangat untuk terus menjalani hidupnya. Ia terdiagnosis positif HIV sejak umur 10 tahun, dan saat itu sang ibu bungkam menutupinya tanpa alasan.
"Saya tidak sengaja membaca kertas yang berisikan diagnosis keluarga saya yang positif HIV, dan saya hanya bisa diam," ujarnya dikutip dari Poz, Kamis (1/12/2016).
Sejak itu Nabukenya baru tersadar mengapa selama ini banyak anggota keluarganya yang sering jatuh sakit. Mengingat stigma dan diskriminasi HIV di Uganda saat itu, wanita 23 tahun ini diam selama satu tahun sampai ibunya mengungkapkan status HIV kepadanya. Akhirnya ia menadapat perawatan khusus di rumah sakit setempat.
Advertisement
Akhirnya Nabukenya diperkenalkan kepada sebuah asosiasi non-profit, yang memberikan dukungan psikososial untuk pemuda dengan HIV/AIDS di Uganda.
"Di sana kami memiliki sesi tentang aturan, pengungkapan fakta HIV/AIDS, juga stigma, diskriminasi orang yang hidup dengan HIV," ujarnya.
Melalui pertemuan tersebut semakin banyak cerita dan pengalaman yang dia dengarkan dari orang lain yang serupa dengannya. Ia merasa semakin nyaman berada di dalam EGPAF dan akhirnya ia ditunjuk sebagai international youth ambassadors.
Pada 2005, Nabukenya diundang sebagai pembicara dalam kongres di Amerika Serikat. Di sana dia berbagi kisahnya sebagai perwakilan anak HIV di seluruh Afrika.
Sepulangnya dari Amerika, semua teman di sekolahnya mengetahui bahwa dirinya adalah anak yang positif HIV. Lingkungan sekolah Nabukenya menolak dirinya.
"Saya harus pindah sekolah, tapi ini juga terjadi pada sekolah kedua saya. Saya sadar bahwa saya tidak bisa lari dari diskriminasi dan stigma. Aku harus menghadapinya," ungkapnya.
Memasuki 2006, dia berbicara di depan ratusan masyarakat Uganda saat Hari AIDS Sedunia di Kalangala. Enam tahun kemudian ia kembali ke Amerika sebagai salah satu dari 12 duta besar di acara tahunan Universitas California, Los Angeles (UCLA) yaitu penggalangan dana Dance Marathon untuk HIV/AIDS.
Perjalanan bersama EGPAF membantu dirinya untuk memberikan informasi serupa kepada masyarakat di Kampala. Kini ia berhasil memimpin acara penggalangan dana hingga turnamen olahraga untuk membantu pemuda HIV.
Nabukenya juga merupakan salah satu pendiri dari Young Generation Alive, sebuah kelompok mahasiswa yang berfokus memerangi stigma dan diskriminasi di masyarakat dan mendorong hidup lebih positif.
Nabukenya, juga meraih gelar dalam pekerjaan sosial dari Universitas Makerere di Uganda. Bahkan baru-baru ini karyanya diakui oleh PBB dan Ratu Elizabeth memberikan penghargaan Queen’s Young Leader Award in 2016.