Sukses

Kisah 2 ODHA yang Menyentuh Hati

Diskriminasi terhadap ODHA, orang dengan HIV, pernah dialami 2 orang ini. Mereka adalah Hana dan Liana

Liputan6.com, Jakarta Diskriminasi masih dialami orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Padahal, yang seharusnya mereka lakukan, memberi dukungan moril ke pengidap HIV agar tetap semangat menjalani hidup.

Diskriminasi terhadap ODHA misalnya, pernah dialami Hana (Gaya Warna Lentera) dan Liana (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia). Masing-masing dari mereka menceritakan pengalaman menyentuh saat pertama kali didiagnosis HIV dan mendapat diskriminasi dari orang sekitar.

Keperluan pribadi dipisahkan

Profesi pekerja seks yang dijalani Hana memang rentan terkena HIV/AIDS. Hana, yang juga waria baru mengetahui HIV/AIDS dari informasi teman-teman sesama pekerja seks. Pada awalnya, ia ragu menjalani tes HIV.

Setelah beberapa lama mengumpulkan keberanian, ia memeriksakan diri. Rupanya Hana tak seorang diri menjalani tes HIV, teman-teman lain mengantre untuk periksa. Menurut petugas kesehatan yang berbincang dengan Hana, tiap pekerja seks wajib mengetahui dirinya terkena HIV atau tidak.

"Apapun hasilnya, mau positif dan negatif kita perlu tahu. Hasil pemeriksaan akan bagus, kalau HIV negatif ya bersyukur, kalau positif kita bisa mengobatinya lebih cepat," kata Hana dalam acara Pemutaran Video dan Diskusi "Women Change Makers" di Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (1/12/2016) malam.

Setelah keluarga mengetahui Hana positif HIV, diskriminasi langsung dia dapat dari dalam rumah. Segala perlengkapan makan dan mandi dipisahkan tersendiri.

"Sabun terpisah, peralatan makan terpisah. Pas ngelihat kayak itu rasanya sedih banget. Kok Gue diperlakukan dan dibeda-bedain gitu. Keluarga sih awalnya memang belum tahu. Tapi lama-lama mereka tahu gimana cara penularan HIV. Sekarang, diskriminasi sudah tidak ada lagi di rumah," kata Hana.

2 dari 2 halaman

Dipandang memalukan

Dipandang memalukan

Liana, yang juga seorang pekerja seks, mengalami diskriminasi serupa. Maklum, orang-orang di kampung tidak ada yang tahu tentang HIV/AIDS. Liana memang menyadari, risiko terkena HIV bisa saja terjadi saat "bekerja" tidak pakai kondom.

Ia melakukan pemeriksaan dan didiagnosis HIV positif. Rasa syok dialaminya. Ia mengingat bagaimana nasib anaknya yang saat itu masih berusia 4 tahun. Keluarga Liana terkejut mendengar Liana positif HIV. Stigma negatif pun ia rasakan.

"Sebenarnya saya mau marah kena HIV tapi untuk apa marah juga. Saya cuma bisa diam. Saya pikir, ini bukanlah akhir dari segalanya. Pas orangtua tahu, mereka jadi berubah sikapnya. Mereka berpikir, ini (HIV) aib keluarga dan penyakit memalukan," ungkap Liana.

Namun setelah seluruh keluarga mengetahui informasi HIV/AIDS, diskriminasi jadi hilang. Keluarga jadi mendukung Liana untuk memberikan edukasi soal HIV kepada para pekerja seks dan khalayak umum.