Sukses

Dokter Cantik Melyawati Hermawan Sering Obati Cowok Hobi Jajan

Sebagai dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter cantik Melyawati Hermawan sering dikunjungi pasien pria yang habis "jajan".

Liputan6.com, Jakarta Bella: "Dokter Melyawati, aku masih di jalan. Maaf agak telat ya dok, nanti di gedung mana dok?"
dr. Melyawati: "Gapapa.... Ini anak-anak mungkin kuliah sampai jam 14.00"
dr. Melyawati: "Lapor aja mau ketemu dr. Melyawati di gedung Lukas lantai 6, ruang L. 608"

Menurut perkiraan peta di gawai dalam waktu 18 menit saya akan sampai di kampus tempat dokter cantik dr. Melyawati Hermawan megajar. Namun, memandang dua kilometer di depan, deg-degan rasanya melihat pintu keluar tol Pluit yang padat dengan truk bermuatan besar.

dr. Melyawati Hermawan (Foto: Yoppy Renato)

Tepat pukul 12.45 saya tiba disana, syukurnya letak fakultas kedokteran Universitas Atma Jaya (FK Atma Jaya) cukup strategis. Berada di pinggir jalan raya dan tidak jauh dari pintu keluar tol yang saya lewati tadi. Berjalan kaki saya mencari gedung dan lift untuk sampai ke ruangan tempat dokter Melyawati Hermawan, SpKK, dokter cantik di profil dokter Jumat ini.

Suasana gedung Lukas nampak bersih, tenang, dan sejuk. Tak banyak mahasiswa yang berlalu-lalang di siang itu, sejauh mata memandang tidak lebih dari sepuluh mahasiswa/i sedang duduk berdiskusi sambil memegang beberapa buku. Setibanya saya di lantai tempat dokter Melyawati mengajar, saya terkaget. "Ini kampus kok tenangnya ngelebihin rumah sakit ya," ucap saya dalam hati.

"Permisi...", ucap saya.
"Halo mba silahkan masuk," ucap Melyawati dengan ramah menyambut tim Health-Liputan6.com, ditulis Jumat (2/11/2016).

Setiap hari, selain praktik di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, Melyawati memang mengajar sebagai dosen Dermatology & Venereology di FK Atma Jaya. Ada sekitar 15 sampai 21 dokter muda (koas) yang diajar oleh Mely, sapaan hangat dokter cantik ini.
"Setiap lima minggu sekali itu ada rombongan koas kulit dan kelamin yang baru jadi saya gak pernah berhenti ngajar," katanya.

Berawal dari menjadi asisten dosen sejak menyelesaikan pendidikan kedokteran S1 di universitas tersebut, tidak ada kecanggungan yang terlihat dari gesture tubuh Mely saat mengajar. Ia cukup santai dan lihai menjelaskan materi kuliah tentang alergi kepada 15 dokter koas siang itu.

dr. Melyawati Hermawan (Foto: Yoppy Renato)

"Gak ada kesulitan sih selama mengajar, karena kalau saya orangnya gini, gak pengen jadi dosen yang killer, pengennya bikin suasana belajar yang fun, gak ada ketakutan, dan mudah-mudahan mereka jadinya lebih seneng kan. Kalo udah takut duluan sama dosennya, boro-boro seneng sama materinya kan," ungkapnya saat berbincang usai mengajar.

Sejak kecil wanita kelahiran 15 Desember ini memang bercita-cita menjadi guru bukan menjadi dokter. Bahkan ia mengaku saat mengambil jurusan kedokteran, ia hanya mengikuti teman-teman SMA-nya.

"Ngikutin temen aja ambl kuliah kedokteran. Abis mau jadi insinyur tapi kalo ngegaris kagak lempeng nanti rumah orang bengkok nanti bagaimana urusannya, tapi saya kalo afalan jago yaudah pas kan jadi dokter," ucapnya sambil tertawa.

Meski berawal dari 'ikutan temen', tapi jangan ragukan ilmu dan kemahirannya di bidang kulit dan kelamin sebab ia sudah berhasil mewakili Indonesia dalam International Pigmen Cell Conference di Singapura, 2014 silam. Mempresentasikan tesisnya terkait pigmen kulit, Mely berkesempatan berbicara di depan ahli kulit dan kelamin di seluruh dunia. Kala itu ia sedang mengambil spesialis kulit dan kelamin di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). 

"Kan pembimbing saya dateng juga kan, pembimbing saya sampe terharu dan bilang, 'aduh Mely bawa nama Indonesia," ungkap dokter cantik yang ceriwis ini.

2 dari 5 halaman

Rayakan ultah anak leukemia


Mely sempat dikirim ke salah satu rumah sakit Karyadi Semarang saat koas pertamanya. Kala itu ia kebagian di stase forensik, selama lima minggu Mely mendapatkan kasus kecelakaan. "Disana gak ada yang aneh-aneh kasusnya, tapi ya pertama kali liat mual lah itu kan dibongkar satu-satu dari tengkorak kepala sampe bawah," katanya.

Tak begitu banyak kejadian berkesan atau menyeramkan bagi Mely selama koas pertama, karena sebagian besar ibu dua anak ini menjalani koasnya di poli Atma Jaya. Berbeda saat dia menjalani pendidikan spesialisasi di FK UI, ia mendapati pasien anak leukemia dengan keluhan kulit yang parah.

"Anak ini dirawat di RSCM dan dia konsul karena ada keluhan di kulitnya ada bercak banyak tapi gak spesifik," ungkapnya. 

dr. Melyawati Hermawan (Foto: Yoppy Renato)

Setelah mendapatkan pemeriksaan berlanjut, ternyata anak berumur tujuh tahun itu mengalami leukemia kutis, yaitu sel-sel leukemia yang bersifat agresif masuk ke dalam jaringan dan sel kulit. 

Ironisnya, jika seorang pasien sudah masuk ke tahap tersebut, sambung Mely, nyawa pasien hanya bertahan dalam hitungan bulan.

"Setiap hari kita ketemu pasiennya, nyenengin ibunya dan gak berapa lama ya bener meninggal di umurnya sembilan tahun," ucap Mely.

Sebelum kepergian alm Wahyu, Mely bercerita sempat memberikan kue ulang tahun ke-7 lengkap dengan foto yang ia bingkai. Raut wajahnya saat itu sangat senang sekali, apalagi sang bapak Wahyu hanya seorang satpam dan ibu yang tidak bekerja.

"Pas ibunya telepon saya bilang kalau Wahyu meninggal, saya bukan nenangin atau nguatin ibunya malah saya nangis juga dua-duaan sama ibunya di telepon. Saya gak bisa berkata-kata," ujar dokter cantik ini.

dr. Melyawati Hermawan (Foto: Yoppy Renato)

Mely memang tipikal orang yang gampang terbawa perasaan, mudah sedih, dan merasa terenyuh akan suatu hal dan dengan sifat yang seperti itu, ia memandang bahwa dirinya pantas menjadi seorang dokter kulit dan kelamin yang tidak akan behubungan dengan nyawa.

"Saya juga kayaknya emang cocok jadi dokter kulit ya. Saya gak cocok kalo jadi dokter-dokter yang ngabarin kalo nyawa si anak tinggal berapa bulan atau berapa hari lagi bisa nangis mulu, bisa depresi saya," ujarnya.

3 dari 5 halaman

Ganti perban pasien HIV


Suatu hari Mely sedang berjaga di RSCM bersama koas junior, kala itu ia kedatangan pasien HIV dengan kondisi kulit yang mengenaskan.

"Pasien itu jaringan kulitnya sudah mati semua, jadi walaupun lukanya cuma segede koin, tapi dalemnnya tuh jaringannya udah lepas semua. Kulitnya ya tuh yang benyeyeh (lembek dan berair) gitu. Dan itu saya harus ganti perban," ucapnya sambil mengerutkan dahi.

dr. Melayawati Hermawan (Foto: Yoppy Renato)

Hampir setengah kulit di wajah pasien tersebut sudah lepas semua, sampai-sampai Mely bisa melihat rongga mata pasien itu.

Rasa takut dan geli kala itu ia rasakan, maklum dirinya mengaku belum pernah menemukan pasien seperti yang ia tangani saat itu. Kasus seperti ini adalah hal yang tidak aneh melanda pasien HIV, menurut Mely, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) memang memiliki kulit yang sensitif dan rentan dengan infeksi.

Namun, dibandingkan masalah kulit, pasien HIV lebih rentan dengan alergi obat. "Mereka kan banyak makan obat dan sering terjadi mereka alergi obat," katanya.

4 dari 5 halaman

Banjir pasien pria yang habis 'jajan'


Bukan hanya menangani kasus penyakit kulit saja, tapi hampir setiap hari dokter yang gemar lagu hip-hop ini sering dibanjiri pasien pria yang habis 'jajan' atau tidur dengan PSK. 

"Mereka nih keseringan dateng dengan parno, jadi dateng kesini keluhannya yang enggak-enggak aja. Contohnya, 'dok lubang kencing saya gatel", Mely menceritakan.
"Itu kalo nyari di buku yang tebel-tebel tuh nyari lubang kencing gatel tuh nggak ada, jadi itu mereka mengada-ngada. Dia parno sendiri abis jajan dia ketakutan sendiri, abis jajan nih mereka dirasa-rasa tuh, nanti dia bilang juga kalau di bawah penisnya kayak ketusuk jarum, itu semua paranoid," ungkapnya sambil tertawa.

dr. Melyawati Hermawan (Foto: Yoppy Renato)

Mely menjelaskan, umumnya penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) keluhannya adalah keluar nanah, timbul seperti sariawan, atau luka kecil dan kutil.

"Kalau saya ada pasien parno, apalagi dia baca-baca tuh di internet gak karu-karuan kan dia pusing sendiri, dateng kesini mukanya udah kayak ditekuk-tekuk. Kadang kalo kayak gitu saya suka bilang 'abis jajan ya?' terus dia (pasien) langsung diem tapi jawab 'iya dok", ungkapnya.

Pernah satu ketika Mely menemukan kasus penyakit kasus karsinoma sel skuamosa pada penis.

"Penisnya jadi gede banget dan berkerak-kerak banget kayak kutil tapi gede banget gitu kutilnya itu kasihan sih karena sudah menganggu aktivitas, ganggu hubungan seks dia juga," ucapnya.

Setiap pasien yang datang dengan keluhan pada alat kelamin, Mely tak pernah lupa memberikan seks edukasi dengan absen hubungan seksual dan gunakan kondom. "Sejauh mana pasien menerima ya sebisa saya memberikan edukasi," katanya.

5 dari 5 halaman

Role model Mely, babeh di sebelah ruang praktik


Mely bukanlah orang yang hidup dengan keambisiusan, cara ia menjalani hidup cukup mudah dan tidak muluk-muluk.

Meski tak berambisi tinggi, tetapi ia mempunyai sosok yang menuntunnya untuk meraih kesuksesan yang ia miliki saat ini.

"Role model saya babeh di sebelah, dokter Irvan Satyawan, yang pernah jadi dosen saya. Udah kayak ayah saya sendiri. Beliau seperti membuka mata, karena saya kan orangnya suka nyeleneh nah beliau deh yang suka sentil saya atau jadi yang kayak remnya saya. Saya sekarang ya karena beliau yang memotivasi," ujar dokter cantik ini sambil tersenyum.

 

Biodata

Tempat, Tanggal lahir : Jakarta, 15 Desember 1982
Agama : Katolik
Status : Menikah

Pendidikan

2006 Graduated as Medical doctor Faculty of Medicine, Atma Jaya University
2015 Graduated as Dermatovenereologist Faculty of Medicine, University of Indonesia

Riwayat pekerjaan

2006 - 2011 General practitioner Dermatology & venereology clinic, Atma Jaya Hospital
2006 - current Lecturer Dermatology & venereology department, Atma Jaya
University
2015 - current Dermatovenereologist Dermatology & venereology clinic, Atma Jaya Hospital
2015 - current Dermatovenereologist Dermatology & venereology clinic, Siloam Hospital
Kebon Jeruk