Sukses

Kaleidoskop Health 2016, Heboh Vaksin Palsu

Di antara sekian banyak kejadian, kasus vaksin palsu salah satu yang menyedot perhatian.

Liputan6.com, Jakarta Beragam kejadian di dunia kesehatan Indonesia menjadi sorotan publik di 2016. Di antara sekian banyak kejadian, kasus vaksin palsu salah satu yang menyedot perhatian.

Penemuan vaksin palsu mulai menyeruak ke permukaan di akhir Juni 2016 di beberapa wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Kondisi ini cukup meresahkan masyarakat. Terlebih vaksin palsu di ditemukan dalam jumlah cukup besar dari tahun sebelumnya.

Awal mula

Peredaran vaksin palsu untuk anak-anak ini pertama kali diungkap Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri). Pengungkapan ini sontak membuat geger masyarakat. Begini awal mula penyidik mengendus keberadaan vaksin palsu di masyarakat.

"Ada selisih harga yang jauh. Dari situ kami bergerak dan menyelidiki temuan tersebut," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya, saat berbincang di Redaksi Liputan6.com, SCTV Tower, Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016.

Setelah melakukan penyidikan polisi berhasil membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk balita ini. Sejumlah sembilan orang yang terdiri atas lima produsen, dua kurir, satu pencetak label, dan satu penjual diringkus di enam lokasi berbeda di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Bekasi.

Dari sembilan pelaku, terdapat pasutri atau pasangan suami istri, yakni Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Sejoli ini diduga sebagai produsen dan otak sindikat pembuatan vaksin palsu. Rita dan Hidayat ditangkap di kediaman mewahnya, Perumahan Kemang Regency, Jalan Kumala 2, Bekasi Timur, Kota Bekasi.

Bareskrim tidak bertindak sendirian, tapi juga menggandeng beberapa unsur seperti Kementerian Kesehatan, asosiasi rumah sakit, dan BPOM guna mengusut tuntas kasus yang menyedot perhatian publik tersebut.

Sindikat pemalsuan vaksin ini memproduksi vaksin tetanus, BCG, campak, dan polio. Vaksin tersebut dijual bebas ke sejumlah rumah sakit dan klinik yang ada di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Bekasi.

Sebenarnya, kasus vaksin palsu bukan hanya terjadi kali ini. Pada tahun-tahun sebelumnya sudah ada, tapi dalam jumlah kecil, seperti diungkapkan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika, Psikotropika & Zat Adiktif Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bahdar Johan. 

Bahdar mengatakan, perdagangan vaksin palsu telah ditemukan sejak tahun 2014 di Aceh dan Kramat Jati, Jakarta. Kala itu hanya ada satu pelaku yang ditangkap dengan jumlah vaksin palsu yang kecil.

"Yang ditangkap oleh Bareskrim sekarang ini dalam jumlah yang cukup besar dan pabriknya juga ketahuan," ujar Bahdar dalam konferensi pers Temuan Operasi Pangea IX di Aula Gedung C, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kamis (23/06/2016).

2 dari 5 halaman

RS dan bidan pengguna vaksin palsu

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Moeloek, memaparkan ada 14 rumah sakit dan 8 bidan yang menggunakan vaksin palsu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR-RI pada Kamis, 14 Juli 2016.

"Pengungkapan 14 fasyankes (fasilitas layanan kesehatan) ini sudah disepakati dengan Bareskrim Mabes Polri," ungkap Nila Moeloek di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (14/7/2016).

Nila memaparkan rumah sakit terkait vaksin palsu tersebut antara lain RS dr Sander Cikarang, Bhakti Husada (Terminal Cikarang), Sentral Medika (Jln. Industri Pasir Gombong), RSIA Puspa Husada.

Selanjutnya, Karya Medika (Tambun), Kartika Husada (Jln. MT Haryono, Bekasi), Sayang Bunda (Pondok Ungu, Bekasi), Multazam Bekasi, Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Villa Mutiara Cikarang), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elisabeth (Narogong, Bekasi), Hosana Lippo Cikarang, dan Hosana Bekasi (Jln. Pramuka).

Sementara itu, ada 8 bidan yang terindikasi menggunakan vaksin palsu. Antara lain Bidan Lia (Cikarang), Bidan Lilik (Perum Graha Melati Tambun), Bidan Klinik Tabina (Perum Sukaraya, Sukatani Cikarang), Bidan Iis (Perum Seroja Bekasi), Klinik Dafa DR (Baginda Cikarang).

Setelah diselidiki lebih lanjut, Kementerian Kesehatan menegaskan tidak semua imunisasi yang dilakukan 14 rumah sakit tadi menggunakan vaksin palsu. Terdapat perbedaan waktu penggunaan vaksin palsu pada setiap rumah sakit, seperti disampaikan Direktur Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, usai melakukan rapat Satgas di Kantor Kementerian Kesehatan, di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).

"Imunisasi pada 14 rumah sakit itu tidak semuanya menggunakan jenis vaksin palsu. Hasil pendalaman Satgas, juga setiap rumah sakit berbeda tentang waktunya," jelas Maura.

Ketua Satgas Vaksin Palsu itu menjelaskan mayoritas jenis vaksin palsu yang digunakan rumah sakit tersebut yakni pediacel dan tripacel. Kedua vaksin ini merupakan impor dari luar negeri. Dari 14 rumah sakit itu juga berbeda waktu menggunakan vaksin palsu.

"Ada yang beberapa bulan di tahun 2016, ada yang tahun lalu, ada juga mulai tahun 2014. Jadi tidak sama," katanya. 

3 dari 5 halaman

Kandungan vaksin palsu

Peredaran vaksin palsu di sejumlah rumah sakit dan bidan membuat para orangtua khawatir terhadap kesehatan anak-anaknya. Mereka takut vaksin yang telah disuntikkan ke tubuh putra-putrinya akan berdampak tak baik bagi kesehatan.

Namun, menurut Maura Linda Sitanggang, para orangtua tidak usah khawatir terhadap vaksin palsu tersebut. Dampak dari vaksin itu dianggapnya tidak berbahaya.

Ilustrasi Vaksin Palsu

"Hasil laboratorium, vaksin ini enggak ada isinya. Ada isinya tapi kadarnya lebih rendah. Artinya, kalau enggak ada isinya, enggak ada efektivitasnya. Kalau kadar kurang, tingkat kekebalan kurang tercapai," papar Maura saat diskusi mingguan bertema 'Jalur Hitam Vaksin Palsu' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/7/2016).

Di tempat yang sama, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut bahwa vaksin palsu yang beredar di sejumlah rumah sakit merupakan produk impor, sehingga para orangtua yang memiliki bayi diminta tidak usah resah atas penyebaran vaksin ilegal tersebut.

"Yang dipalsukan itu sementara waktu ini beberapa jenis vaksin impor," ucap Pengurus IDAI, Soedjatmiko.

Dia menjelaskan, vaksin buatan dalam negeri selama ini diproduksi oleh PT. Biofarma. Stok vaksin tersebut tidak mungkin langka, malah pemerintah kerap menggratiskan vaksin tersebut kepada masyarakat.

4 dari 5 halaman

Vaksinasi ulang

IDAI merekomendasikan untuk memberikan vaksinasi ulang pada anak-anak yang menerima vaksin palsu. Pelaksanaan vaksin ulang diselenggarakan mulai Senin, 18 Juli 2016 di empat lokasi berbeda.

Vaksinasi ulang ini dilakukan di Puskesmas Kelurahan Ciracas dan RSU Kecamatan Ciracas; RS Harapan Bunda, Jakarta Timur; dan RS Sayang Bunda, Bekasi. Pelaksanaan imunisasi dilakukan tenaga kesehatan independen didampingi dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Ibu Negara, Iriana Widodo berbincang dengan warga saat menyambangi Puskesmas Ciracas, Jakarta, Senin (18/7). Iriana Widodo datang untuk memantau pemberian vaksin ulang terhadap anak-anak yang dulunya diberikan vaksin palsu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada kesempatan kali ini, lebih kurang 36 anak mantan pasien Bidan E yang terindikasi mendapatkan vaksin palsu diminta kehadirannya untuk divaksinasi ulang di Puskesmas Ciracas atau RSU Kecamatan Ciracas. Sedangkan untuk kasus lainnya, di RS Harapan Bunda Jakarta Timur, terverifikasi 20 anak dan RSIA Sayang Bunda Bekasi 20 anak.

Sebelum dilakukan vaksinasi ulang, Satgas bekerja sama dengan Puskesmas dan aparat setempat telah melakukan komunikasi dengan orang tua dan pemeriksaan pasien. Hal ini diperlukan untuk memastikan nama pasien, usia dan jenis vaksin yang didapatkan.

Vaksin ulang sempat membuat para orangtua yang anaknya divaksin palsu takut. Namun menurut Ketua IDAI, AmanBhakti Pulungan Aman, orangtua tak perlu mencemaskan pemberian vaksin ulang terhadap anak. Sebab vaksin ulang menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi vaksin palsu.

"Vaksinasi ulang itu tidak masalah," tutupnya.

Aman pun menyatakan bahwa vaksin berlebih itu tidak masalah, sebab vaksin diberikan pada anak untuk menjaga antibodi dan pertahanan tubuh.

 

5 dari 5 halaman

Penegakan hukum

Penegakan hukum pada kasus vaksin palsu masih terus berjalan. Saat itu jumlah terdakwa vaksin palsu sudah mencapai 19 orang.

Nama-nama terdakwa adalah Hidayat Taufiqurahman, Rita Agustina, Kartawinata alias Ryan, Syafrizal dan Iin Sulastri, Nuraini, Sugiyati alias Ugik, Nina Farida, Suparji, Agus Priayanto, M Syahrul Munir, Seno, Manogu Elly Novita, Sutarman bin Purwanto, Thamrin alias Erwin, Mirza, Sutanto bin Muh Akena, Irnawati, dan Muhamad Farid.

Hidayat dan Rita didakwa lantaran berperan sebagai produsen vaksin palsu. Sidang perdana kasus ini berjalan di Pengadilan Negeri Bekasi Jawa Barat pada Jumat, 11 November 2016.

Pada sesi pertama, sidang dimulai untuk terdakwa Sutarman sebagai pemilik apotek yang membeli vaksin palsu dari Hidayat dan Rita. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membaca dakwaan, menuntut Sutarman dengan pasal 197 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam pasal tersebut disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan persediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

Lalu, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina didakwa pasal serupa, yakni Pasal 197 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar.