Liputan6.com, Jakarta Tak sengaja Ahmad Yani melihat kira-kira 10 pria berbincang di warung kopi. Yani pun masuk, ikut minum kopi di warung tersebut. Awalnya dia diam, tapi lama-lama tenaga kesehatan masyarakat di Puskesmas Loa Duri, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ini pun bergabung dalam perbincangan di antara kaum Adam tersebut.
Lain waktu, di warung kopi yang sama, Yani datang kembali. Pria yang pernah ditemuinya di pertemuan pertama juga ada lagi. Obrolan santai kembali mengalir di antara mereka. Di waktu berbeda, pria kelahiran 21 Oktober 1979 ini datang lagi ke warung kopi yang sama. Beberapa bapak-bapak yang sama hadir. Jika dirasa waktunya tepat, Yani mulai memasukkan pesan kesehatan.
Baca Juga
"Kan sudah kenal, sudah dekat, santai saja ngobrolnya. Mulai saya masukkan pesan-pesan mengenai pentingnya peduli kebersihan lingkungan, termasuk tentang membuang sampah secara benar," kata Yani saat dihubungi Health-Liputan6.com ditulis Jumat (9/12/2016).
Advertisement
Menurut Yani, kebiasaan membuang sampah sembarangan masih menjadi permasalahan di desa-desa yang masuk wilayah kerjanya. Apalagi tiga desa di wilayah kerjanya, yakni Loa Duri Ilir, Loa Duri Ulu, Bakungan, dilalui Sungai Mahakam. Karena itu, tak heran dulu masyarakat memiliki kebiasaan membuang sampah di sungai. Kebiasaan ini tentu saja mencemari lingkungan dan berdampak pada masalah kesehatan.Â
Tak cuma itu, kebiasaan membuang sampah sembarangan pun memicu masalah lain. Sampah bungkus bekas yang menampung air bisa jadi tempat bagi jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti.Â
Melihat hal ini, Yani mencoba mengedukasi hidup bersih dan sehat dengan mendekati masyarakat. Salah satunya lewat obrolan di warung kopi.
Sambil menyeruput kopi, dia mulai masuk ke dalam obrolan mengenai musim yang kini penghujan. Dia sisipkan pesan bahwa kondisi ini rentan membuat banyak nyamuk Aedes aegypty si penyebar demam berdarah dengue (DBD) berkembang biak.
"Saya katakan, sekarang musim penghujan ada banyak nyamuk bintik putih-putih. Lalu mereka bertanya, 'Apa itu?'. Saya sampaikan kepada mereka, bahwa, `Maaf nih ya, nyamuk itu seperti wanita, suka menggigit'. Saat saya berbicara seperti itu, pecahlah tawa mereka," contoh Yani.
Obrolan Yani belum berakhir. Dia kembali mengungkapkan nyamuk-nyamuk berbintik putih ini gemar hidup di air yang tidak terkena tanah untuk bertelur. Jentik-jentik nyamuk pun muncul di situ yang lama-lama menjadi nyamuk yang berpotensi menjadi perantara demam berdarah. Oleh karena itu, jangan buang sampah sesuka hati.
Obrolan santai di warung kopi seperti di atas sering dilakukan tenaga kesehatan ini sejak 2012. Ini adalah salah satu caranya mempromosikan kesehatan. Menurut dia, penyuluhan informal juga jadi cara ampuh mengenalkan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat.
"Untuk bisa memasukkan mengenai promosi kesehatan di warung kopi itu tidak bisa langsung. Tergantung, bisa tiga kali dulu-lah, sekitar itu," kata Yani.
Tak heran, pria lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman ini semangat untuk bergabung dengan organisasi masyarakat. Mulai dari perkumpulan petugas pemadam kebakaran hingga ikut acara sosial seperti yasinan.
"Kalau terjun ke masyarakat itu--dan sudah ada hubungan emosional--lebih mudah bagi kita untuk masuk dan mendekati mereka," katanya lagi.
Pendekatan ke wanita berbeda
Berbeda dengan pria, Yani mengedukasi hidup bersih dan sehat pada wanita tidak di warung kopi. Rupanya, para wanita yang didominasi ibu-ibu lebih mudah diedukasi lewat penyuluhan.
"Wah, kalau ibu-ibu itu senang kami datangi. Penyuluhan ada waktu khusus di masing-masing RT. Bisa dilakukan di rumah bu kader atau bu RT," tuturnya.
Biasanya sekitar 50-an wanita hadir dalam penyuluhan. Untuk mengingatkan para wanita agar membuang sampah tidak di sungai, ayah tiga anak ini mengajak mereka berhitung.
Yani mengungkapkan, normalnya sampah satu orang per hari itu sekitar 2,5 kg. Dalam satu keluarga anggap saja ada tiga orang, berarti ada 7,5 kg sampah per hari di satu rumah. Sementara di tiga desa terdapat sekitar 7.000 kepala keluarga.
"Coba hitung saja, 7.000 dikalikan 7,5 kg. Jadi berapa banyak? Ada 52 ton. Itu baru sehari, bagaimana dengan setahun?" tanyanya.
Dengan berhitung seperti itu masyarakat pun jadi berpikir, banyak juga sampah terkumpul di sungai. Mereka pun mulai tergugah untuk menjalankan hidup bersih dan sehat.Â
Advertisement
Berkolaborasi dengan pemerintah
Yani tak cukup hanya membuat masyarakat mengumpulkan sampah di depan rumah. Lalu, bagaimana bila sampah sudah terkumpul? Tentu harus dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA). Namun, di 2012 belum ada truk pengangkut sampah, Yani pun mengajak pemerintah memanfaatkan dana CSR (Corporate Social Responbility) dari perusahaan tambang di sekitar mereka untuk membeli truk sampah.
"Anggaran di desa kami ini termasuk besar. Ada dana-dana CSR dari perusahaan tambang. Namun untuk ada truk sampah, harus ada permintaan dari masyarakat serta disetujui aparat pemerintah setempat. Sehingga kami pun mulai memberitahu warga pentingnya truk sampah ini," kata Yani.
Usaha Yani berhasil, di 2014 sudah ada satu truk pengangkut sampah yang dananya berasal dari CSR perusahaan-perusahaan tambang. Kini, masing-masing desa di wilayah kerja Puskesmas Loa Duri sudah memiliki satu truk sampah seharga kisaran Rp 400 juta.
"Selain didukung masyarakat, upaya kami untuk meningkatkan kesehatan ini di-support oleh ibu camat," katanya.
Sehingga kini, truk sampah bisa mengangkut sampah ke TPA setiap hari tanpa dipungut biaya. Pengetahuan masyarakat mengenai membuang sampah di tempatnya serta fasilitas pendukung membuat kebiasaan membuang sampah di sungai berkurang.
"Saya tidak katakan tidak ada yang membuang sampah di sungai lagi. Tapi alhamdulillah, sekarang sudah berkurang yang melakukan itu," katanya.
Â
Akan hadir: bank sampah
Jika tidak diolah, lama-lama sampah di TPA dari tiga desa akan menumpuk. Yani pun sudah merencanakan untuk menghadirkan program bank sampah. Nantinya, sampah-sampah yang semula hanya dibuang bisa diolah kembali dan memiliki nilai ekonomis.
Sambil mematangkan konsep bank sampah, ia akan mengajak para kader terlebih dahulu mengenal pengolahan bank sampah.
"Rencananya kami mengajak kader dalam waktu dekat akan belajar bank sampah dari desa yang ada di Balikpapan," tutur pria yang jadi salah satu tenaga kesehatan teladan tingkat puskesmas dari Kementerian Kesehatan di 2016 ini.
Inovasi dari tiada henti dari Yani memang hadir dari lubuk hatinya demi kesehatan masyarakat yang lebih baik. Baginya, bekerja itu bukan karena diminta melainkan dari hati nurani.
"Jangan bekerja cuma karena arahan dari pimpinan, bekerja itu dari hati nurani. Soal ending (akhir) akan kita dapat bila proses kita lakukan," tuturnya mengakhiri perbincangan.
Â
Advertisement