Liputan6.com, Jakarta Menarik napas dalam-dalam melalui hidung, tidak hanya berguna untuk membantu menahan rasa amarah yang memuncak, tetapi juga bisa memperkuat otak dan membuat memori kita jadi lebih tajam, studi menunjukkan.
Studi yang dilakukan oleh Northwestern University tersebut melihat, seseorang bisa mampu mengenali lebih cepat ekspresi wajah yang takut dan dapat mengingat lebih baik sebuah objek, jika saat melihat keduanya mereka sedang menarik napas, dibandingkan ketika mereka sedang menghembuskan napas. Namun efeknya menghilang jika napas tersebut dihirup melalui mulut.
“Salah satu temuan utama dalam studi ini ialah, ada perbedaan besar dalam aktivitas otak di amigdala dan hipoccampus, selama kita menarik dan mengeluarkan napas. Ketika Anda menarik napas, kami menemukan bahwa Anda merangsang nueron di korteks penciuman, amigdala, dan hippocampus, di seluruh sistem limbik,” ujar penulis utama studi dan asisten profesor neurologi di Northwestern University, Christina Zelano.
Advertisement
Untuk keperluan studi, para peneliti meminta 60 subyek untuk membuat keputusan yang cepat mengenai beberapa gambar yang menunjukkan berbagai ekspresi wajah, seperti wajah takut atau terkejut, sambil direkam napasnya menggunakan suatu alat.
Ketika gambar-gambar wajah tersebut diperlihatkan saat mereka sedang menarik napas, para subjek penelitian mampu mengindentifikasi wajah dengan ekspresi takut lebih cepat, dibanding saat mereka sedang menghembuskan napasnya. Namun ini tidak berlaku pada gambar dengan ekspresi terkejut.
Namun anehnya, efek tersebut menghilang ketika para subjek penelitian menarik napas melalui mulut, padahal mereka diminta melakukan kegiatan yang sama seperti sebelumnya, seperti dilansir dari Dailymail, Jumat (9/12/2016).
Sedangkan untuk fungsi memori, para subjek penelitian tersebut diperlihatkan berbagai bentuk objek di layar komputer, dan diminta untuk mengingatnya. Kemudian, mereka lalu diminta untuk mengingat kembali benda-benda tersebut. Hasilnya, fungsi memori jadi lebih baik jika gambar yang dilihat tersebut terjadi bersamaan dengan saat mereka sedang menarik napas.
Temuan ini menyiratkan, napas cepat dapat memberikan keuntungan ketika seseorang sedang berada dalam situasi berbahaya.
“Jika Anda sedang dalam keadaan panik, ritme napas Anda jadi lebih cepat. Sehingga sebagian besar, Anda lebih banyak menghirup udara saat panik, dibandingkan ketika dalam kedaan tenang. Dengan demikian, napas yang cepat saat tubuh kita merespon rasa takut, bisa memiliki dampak positif pada fungsi otak dan menghasilkan respon yang lebih cepat terhadap situasi yang berbahaya di lingkungan. Karena ketika Anda menarik napas, Anda menyesuaikan osilasi otak di seluruh jaringan limbik," ujarnya.