Liputan6.com, Jakarta Penanganan hemofilia bisa dilakukan dengan dua cara yakni profilaksis (mencegah timbulnya perdarahan) dan on demand (pada saat perdarahan). Di Indonesia penanganan hemofilia masih on demand.
"On demand ini maksudnya, kalau terjadi perdarahan baru diberikan penanganan," kata Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) dalam Forum Hemofilia di Jakarta ditulis Minggu (11/12/2016).
Djajadiman berharap Indonesia bisa menerapkan penanganan hemofilia dengan profilaksis. "Pada profilaksis walau dia sedang tidak perdarahan, setiap minggunya diberikan (suntikan pembekuan darah) dua atau tiga kali dengan dosis yang kecil," katanya.
Advertisement
Walau dosis kecil, bila nanti terjadi perdarahan tidak terlalu parah. Dengan penangangan secara profilaksis, orang dengan hemofilia memiliki kualitas hidup layaknya orang normal.Â
"Dengan profilaksis, anak-anak bisa ngapa-ngapain. Bisa main bola, tapi tentunya tidak berat-berat. Lalu, saat dewasa ia juga bisa bekerja. Banyak kisah di luar negeri orang dengan hemofilia bisa menjadi dokter dan pekerjaan lain asal bukan pebalap, pilot," tuturnya.
China, sebagian Malaysia, dan negara-negara Eropa sudah memberikan penanganan orang hemofilia dengan profilaksis. Lalu, kapan profilaksis digunakan di Indonesia?
Tak dipungkiri biaya penanganan hemofilia secara profilaksis masih mahal. "Mungkin pada suatu saat negara kita bisa memberikan itu. Sekarang kita baru usaha mengajukan itu," katanya.
Hemofilia merupakan kondisi kelainan darah yang diturunkan dari ibu ke anak sehingga membuat darah tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Gejala kondisi ini mulai terlihat saat anak sudah bisa merangkak. Hemofilia rentan terjadi pada pria.Â