Liputan6.com, Jakarta Persalinan dibantu dukun beranak telah merenggut nyawa seorang calon ibu dari Kopo, Bojongloa Kidul, Bandung, Jawa Barat, pada 2011.
Cerita pilu yang menimpa E, 22 tahun, diceritakan oleh dr Intan, Kepala UPT Puskesmas Kopo, tempat "korban" dukun beranak melakukan pengecekan kehamilan rutin. Sang suami yang seorang buruh lepas setia menemani E.
Baca Juga
"Dia beberapa kali check-up ke sini. Kami menemukan Nyonya E menderita preeklampsia berat (komplikasi kehamilan karena hipertensi) dan harus menjalani persalinan di rumah sakit," kata dr Intan kepada sejumlah wartawan yang merupakan rombongan Kementerian Kesehatan, ditulis Selasa (13/12/2016)
Advertisement
Menurut dr Intan, seluruh bidan di Puskesmas Kopo sudah menjelaskan bahwa persalinan yang dibantu dukun beranak dapat membahayakan keselamatan ibu dan anak. Namun, ketika hari persalinan tiba, sang suami tidak langsung membawa E yang sudah mulas-mulas ke rumah sakit. Suaminya malah memanggil dukun beranak untuk membantu proses melahirkan istri tercinta. Nahas, dukun beranak menyerah lantaran kondisi E yang semakin parah.
E pun langsung dilarikan ke rumah sakit. Hanya berselang dua jam tiba di rumah sakit, E dan bayinya dinyatakan meninggal dunia.
"Peristiwa ini terjadi pada 2011. Namun saya rasa ini menjadi pembelajaran kita bersama. Kepercayaan masyarakat terhadap dukun beranak masih ada. Padahal, jarak rumah E dan rumah sakit itu dekat. Kenapa terlambat sekali ke rumah sakit? Terlebih lagi, sudah disarankan melahirkan di rumah sakit," kata dr Intan menjelaskan.
Gerakan Katresna Sadaya
Demi menurunkan angka kematian ibu dan anak, juga menghilangkan kepercayaan terhadap dukun beranak, sebuah gerakan di UPT Puskesmas Kopo bernama Katresna Sadaya dilakukan.
Dalam gerakan ini, seluruh ibu hamil didata dan diberikan sosialisasi buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak). Kemudian, mereka diajak memeriksakan kehamilan dan disarankan melahirkan di rumah sakit, bukan di dukun beranak.
“Jadi, penyakit ibu hamil dapat terdeteksi dini. Bila ibu hamil punya penyakit, kami akan langsung menangani atau dirujuk ke rumah sakit besar. Ternyata gerakan yang kami lakukan berhasil, ibu dan anak selamat. Angka kematian juga menurun,” kata dr Intan.
Secara perlahan, ibu hamil menyadari persalinan medis lebih mampu memberikan keselamatan dibanding persalinan di dukun beranak. Dr Intan menambahkan, jumlah dukun beranak yang berada di sekitar puskesmas jadi menurun.
“Sekarang jumlah dukun beranak dua orang. Tadinya ada 14 orang. Ketika kami tanya, mereka lebih banyak beralih profesi. Sebelumnya, kami juga berupaya mengedukasi para dukun beranak soal bahaya persalinan yang tidak dibantu secara medis. Nyatanya, mereka lebih gencar masuk ke rumah-rumah buat menawarkan jasa,” kata dr Intan.
Sasaran dari gerakan Katresna Sadaya dilakukan langsung ke ibu hamil. Seiring waktu, ibu hamil tidak lagi mempercayai dukun beranak.
Advertisement