Liputan6.com, Jakarta Kemajuan industri farmasi Indonesia makin menggeliat, khususnya untuk obat generik. Hal ini didukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari pemerintah. Kini masyarakat mulai sadar menggunakan obat generik.
Namun, kenaikan tersebut tidak mendorong pertumbuhan industri farmasi secara signifikan. Industri farmasi hanya tumbuh 5 sampai 6 persen. Berbeda dengan peningkatan di tahun-tahun sebelumnya yang mampu mencapai 14 hingga 15 persen.
"Kenaikan 14 persen sampai 15 persen itu dikenal dengan double digit. Sekarang ini kita hanya single digit, 5 persen sampai 6 persen saja. Meskipun hanya single digit, pemerintah cukup berhasil menaikkan obat generik," kata Kendrariadi Suhanda, Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMCC).
Advertisement
Untuk meningkatkan kiprah industri farmasi secara nasional, rencana inovasi diperlukan. Artinya, industri farmasi tidak hanya menggantungkan diri dari pengadaan obat generik untuk JKN saja.
"Tahun 2017 mendatang, industri pasar bebas makin ketat persaingannya. Apalagi Indonesia dilirik juga oleh industri farmasi dari negara lain, seperti Tiongkok dan India. Mereka ingin memasukkan bahan baku obat-obatannya ke Indonesia," jelas Kendrariadi saat ditemui di The Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta hari ini.
Industri farmasi Indonesia harus bersiap bekerja sama dengan pemasok bahan baku obat-obatan dari negara lain. Kerja sama lain yang diperlukan juga soal kemasan obat dan teknologi yang digunakan.
"Kita tidak bisa bermain sendiri. Karena investasi dari negara lain dan gencarnya pasar bebas semakin kuat. Persaingan makin ketat," ungkapnya. Selama ini bahan baku obat memang masih bergantung secara impor. Tapi industri farmasi nasional berupaya agar harga obat generik tetap terjangkau masyarakat. Kunci utama, kualitas obat tetap bagus.