Liputan6.com, Jakarta Satu dekade yang lalu, dokter cantik Nadia Octavia memaksa kedua orangtua agar mengizinkannya melanjutkan pendidikan dokter, usai lulus dari bangku SMA.
Tindakan semacam itu harus Nadia ambil lantaran perempuan cantik dengan kulit halus kuning langsat sempat tak mendapat restu. Tipikal orangtua dulu, bila ibu dan ayah berkecimpung di dunia bisnis, anak pun harus memilih bidang yang sama agar bisa melanjutkan bisnis yang sudah mereka bangun. Itu yang terjadi pada Nadia si dokter cantik.
Baca Juga
Usaha yang dilakukan Nadia membuahkan hasil. Jawaban "Ya, kamu boleh sekolah dokter" pun keluar dari mulut kedua orangtua Nadia. Singkat cerita, nama perempuan kelahiran Oktober 1988 tercatat sebagai mahasiswi jurusan kedokteran Universitas Pelita Harapan.
Advertisement
Butuh lima setengah tahun bagi Nadia untuk mendapat gelar dokter.Â
"Jadi tiga setengah tahun kita belajar teori kedokteran untuk dapat gelar S.ked. Terus dua tahunnya ko-as," kata Nadia Octavia saat mengunjungi redaksi Health-Liputan6.com, SCTV Tower, pada Rabu (14/12/2016)
Hari-hari jalani Ko-as
Ko-as tentu menjadi sumber pengalaman setiap calon dokter sebelum mendapat gelar dokter sesungguhnya. Pada tahap ini setiap mahasiswa dan mahasiswi kedokteran dituntut dan dituntun untuk melayani setiap pasien dengan beragam penyakit di masing-masing stase (bagian spesialisasi). Hal ini pun turut dialami Nadia selama dua tahun di RS Polri Kramat Jati.
"Saya pernah menangani, itu di stase peyakit dalam. Pasiennya itu perempuan umur 17 tahun dan dia didiagnosis gagal ginjal. Itu baru didiagnosis saja, ibunya sampai pingsan,"Â kata Nadia sambil mengenang semua peristiwa yang dialaminya selama Ko-as/
Bukan hanya ibu dari pasien itu saja yang syok. Nadia juga kaget saat mengetahui usia si pasien yang masih sangat muda.
Setelah dinyatakan gagal ginjal, Nadia bersama tim yang didampingi dokter spesialis penyakit dalam menelusuri faktor apa yang membuat remaja tersebut mengalami penyakit mengerikan ini.
"Kita wawancara, kita tanya-tanya dia dulu minum apa, seperti obat atau apapun itu. Tapi dia gak mau mengaku dan ibunya juga bilang kalau anaknya itu nggak minum minuman yang aneh-aneh. Cuma dia ini jarang minum air putih dan maunya minum soda atau sirup gitu," kata Nadia.
Tak dapat menyangkal lagi, pasien remaja itu akhirnya mengaku kalau selama ini dia mengonsumsi beragam obat diet sepert jamu dan pil pelangsing tanpa sepengetahuan orangtuanya.
"Kagetnya lagi, dia begitu tuh dari SMP, ditambah setiap dia mau ujian dia begadang dan minum minuman berenergi," kata Nadia.
Nadia ingat betul mimik sang ibu yang tak dapat menahan amaranya saat mendengar pengakuan buah hati tercinta. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, pasien remaja itu harus menjalani tindakan cuci darah seumur hidup.
"Dia cuci darah terus, sampai saat saya selesai ko-as terus ya dia meninggal, karena kalau sudah cuci darah, kan, nggak bisa sampe bertahan lama. Itu saya selama tiga bulan di penyakit dalam ya saya selalu tengokin dia, itu paling berkesan sih selama sama ko-as," kata Nadia, dokter cantik alumnus SMA Negeri 70.
Dirikan Hope for All Indonesia
Di tahun pertama menjalani kuliah kedokteran, Nadia semakin merasa matang atas pilihannya menjadi seorang dokter. Bahkan ia mulai memiliki impian luar biasa yang pada akhirnya berhasil ia raih sekarang.
"Dari dulu saya emang pingin punya cita-cita, mungkin nanti kalau udah tua mau pensiun dini jadi dokter terus kayak buat kegiatan sosial gitu," katanya.
Sejak kuliah Nadia memang sudah sering melakukan kegiatan sosial seperti bakti sosial (baksos) bersama teman-teman sejawatnya di kampus. Sayangnya ada kendala setiap menjalankan baksos.
"Jadi saya tuh ada tiga temen deket satu profesi dan dari kuliah dulu suka baksos, terus kan akdang kalo baksos kita suka kesulitan cari dananya, terus kalo kita udah punya yayasan kan lebih gampang nyari dananya. Yaudah akhirnya kita buat Hope for All Indonesia ini," ungkap dokter cantik yang masih melajang ini.
Yayasan Hope for All Indonesia ini tengah berdiri sejak 2014 silam. Nadia bersama rekannya selalu mengadakan baksos meliputi pemeriksaan kesehatan gratis, edukasi kesehatan, dan sosialisasi dalam ranah kesehatan serta pendidikan.
Meski daerah yang dijangkau masih sekitar Jabodetabek, tetapi setidaknya selama dua atau bulan sekali Nadia mencari daerah pemukiman warga yang masih terabaikan oleh pemerintah. Ironisnya, tak sedikit wilayah di pinggiran ibu kota ini yang masih tertinggal baik dari sisi kebutuhan primer, infrastruktur, pendidikan, termasuk kesehatan.
"Paling jauh itu ke daerah Karawang ya, karena kita belum bisa ke daerah yang jauh-jauh karena ya masalah dana ya walaupun banyak donatur, tapi kan kalau untuk pengobatannya aja kan bisa 300 sampai 500 orang dan itu dananya gak sedikit. Kayak terakhir kita di Kerawang aja tuh ada 500 pasien, padahal kita nyebarin kuponnya cuma 250," ujarnya.
Beberapa bulan lalu, Nadia dan tim Hope for All Indonesia memang mengadakan baksos di daerah Karawang. Ia memilih daerah tersebut atas informasi yang diberikan oleh sang ibunda Nadia, yang kebetulan bekerja di sekitar kawasan tersebut.
Nadia menceritakan betapa menyedihkannya pemukiman warga yang ia kunjungi itu. Daerahnya cukup miskin dan tidak ada fasilitas kesehatan sama sekali, sambung Nadia, banyak sekali masyarakat sekitar yang rela jalan jauh untuk ikut memeriksakan kesehatan mereka secara gratis.
"Untung obatnya siap kalau nggak kan kasian juga udah jauh-jauh," ujarnya.
Wanita yang bercita-cita ingin membangun sebuah rumah sakit khusus masyarakat miskin ini sampai heran melihat kondisi desa di Karawang yang ia kunjungi masih minim akan air bersih, MCK, dan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Padahal kawasan Karawang dipadati oleh pabrik-pabrik perusahaan ternama di dunia, tetapi penduduk setempatnya hidup dengan kondisi yang jauh dari kecukupan.
Penduduk disana, lanjut Nadia, mayoritas mata pencahariannya dengan bertani. Kemungkinan besar mereka tidak dapat bekerja di pabrik-pabrik sekitar tempat tinggalnya lantaran status pendidikan yang tidak memenuhi kriteria.
"Jangankan mau bekerja di pabrik, sekolah saja cuma ada SD dan ruangannya cuma dua," ungkapnya.
Advertisement
Tensi pasien lansia mentok
"Kita sampe kaget, ada ibu-ibu usia sekitar 80-an dan tensinya hampir 200-an pokoknya sampe mentok gitu deh. Terus kita mikir kan dia makan apa? padahal kata dia, dia makan ya kalau ada aja," kata Nadia.
Nadia bertemu dengan pasien lansia tersebut saat di Karawang. Ia bingung mengapa pengakuan si ibu tersebut tidak sesuai dengan kondisinya.
"Ternyata setelah ditanya-tanya lagi dia kalau makan apa-apa selalu ditambahin garam," katanya.
Akhirnya Nadia memberikan obat darah tinggi dan ia juga mengedukasi si ibu tersebut untuk tidak berhenti mengonsumsi obat yang diberikan itu. Nadia juga mengedukasi baik dan buruknya jika si ibu tersebut berhenti minum obatnya.
"Karena dia gak ngerasain apa-apa, pegel, pusing atau apa itu nggak, ya bahaya kan," katanya.
3 penyakit umum saat baksos
Selama dua tahun terakhir ini, tiap kali mengadakan pemeriksaan gratis, Nadia tidak pernah absen menemukan penyakit diare, penyakit kulit, dan Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) pada anak.
"Umumnya penyakit itu terjadi karena sanitasi yang buruk dan kebersihan mereka yang kurang bagus, apa-apa di kali ya jadi banyak kan penyakit kulit," katanya.
Rokok juga menjadi salah satu masalah besar yang ia temukan setiap baksos. Bukan pada orang dewasa saja, kata Nadia, tetapi lebih kepada anak-anak yang sering kali meniru hal buruk ini.
"Kemaren kita edukasi tidak pada merokok, kadang kan kalau anak-anak di kampung itu kan suka niru-niru ngerokok dari orangtuanya. Jadi kita edukasi ke anak-anak SD disitu, sekitar 150 orang kita kasih tau juga racun dan efek dari merokok supaya anak-anak itu gak niru orangtuanya lagi," ujar wanita yang doyan travelling ini.
Lulus tenaga kesehatan haji Indonesia
2015 Nadia terpilih menjadi salah satu dokter jamaah haji Indonesia yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI. Setelah mengikuti tes tertulis dan wawancara secara bertahap, dalam waktu kurang lebih enam bulan ia lulus dan berhasil mendampingi 450 jamaah haji Indonesia di Mekah.
Pengalaman berharga ini menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Nadia, sebab kebanyakan yang lulus tes berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS)
"Kuota dokter swasta itu cuma dua, dan saya jadi salah satunya," ungkap dokter cantik ini.
Senang rasanya Nadia berkesempatan beribadah sambil mendampingi dan menjaga orang-orang yang tengah menjalankan rukun islam yang kelima. Tapi beribadah dan bekerja tidak semulus itu, Nadia kehilangan jamaah hajinya dalam tragedi MIna.
"Jamaah saya banyak yang hilang dan saya mencari ke beberapa rumah sakit di Mina dan Arafah. Dan akhirnya saya menemukan jamaah saya di salah satu rumah sakit di Arafah tapi sudah meninggal," ujarnya.
"Yang meninggal suaminya, saya nyari sama istrinya, Pas tahu suaminya meninggal istrinya itu langsung nangis histeris," Nadia menceritakan.
Advertisement
Rumah sakit bagi orang tak mampu
Tak ada batasan dalam bercita-cita setinggi langit dan selama hidup manusia berkesempatan untuk menggapainya. Begitu pun dengan Nadia, dokter cantik sekaligus host program kesehatan ini ingin sekali mendirikan sebuah rumah sakit bagi orang tak mampu.
"Saya pengin banget kayak dokter Lie, dia keren banget dia punya rumah sakit kapal buat orang-orang gak mampu, nah pengin banget kayak gitu punya rumah sakit khusus orang-orang gak mampu gitu," ujarnya.
Selain itu Nadia juga berencana untuk mengambil spesialisasi pada 2017 mendatang. Dokter cantik ini tertarik untuk mengambil spesialisasi kulit dan kelamin di Universitas Indonesia atau Universitas Padjadjaran, Bandung.
"Mungkin kalau orang ngeliatnya superficial gitu kali ya.. tapi kalau kita bisa ngebuat seseorang lebih cantik, lebih oke dan membuat orang lebih percaya diri tuh seneng aja. Mungkin kesannya sederhana, tapi itu bisa mengubah hidup orang," tuntasnya.
Biodata Dokter Cantik Nadia Octavia
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 30 Oktober 1988.
Agama : Islam
Pendidikan
2006 – 2012 : Universitas Pelita Harapan (UPH) – Karawaci, Indonesia
2003 – 2006 : SMU Negeri 70 – Jakarta, Indonesia
2000 - 2003 : SMP Pangudi Luhur - Jakarta, Indonesia
1994 - 2000 : SD Permata Bunda - Jakarta, Indonesia
Clinical Experience
September – Oktober 2016
Tenaga Kesehatan Haji Indonesia / Kemenkes
Dokter Kloter Haji JKG 19 Embarkasi Halim Perdanakusumah
September 2012
KlikDokter.com
Medical Editor
August 2012 - April 2013
KalCare Clinic
Pondok Indah
General Practitioner
July 2012 -
April 2013
Indonesian Clinical Training & Education Center (ICTEC)
RS Cipto Mangunkusumo
Clinical Assistant
Maret 2012 - Juni 2012
Klinik Sabi Medika
Jl. Danau Sentani No.1, Tangerang - Indonesia
General Practitioner
Juli 2009
Chirurgische abteilung - Uniklinik der Johannes Gutenberg Universität Mainz
Langenbeckstraße 1, 55131 Mainz, Germany
Elective Posting at surgery department
Juni 2009 - Agustus 2009
Dialysezentrum am Brand – Internistische und Nefrologische Gemeinschaftpraxis
Am Brand 12, 55116 Mainz, Germany
Elective Posting at internist and nephrologist practice