Liputan6.com, Jakarta Video "Om Telolet Om" yang sekarang menjadi viral merupakan gambaran bahwa dunia anak-anak memang sesederhana itu.
Psikolog Anak, Ratih Zulhaqqi mengatakan, selama stimulasi berhasil merangsang sensori anak, sudah pasti membuat mereka tertarik. Misalnya saja suara yang tinggi, bentuk nada-nada tertentu, gambar yang bagus, gambar dengan warna yang cerah, dan segala sesuatu yang bisa mereka sentuh seperti permainan slam.
"Selama itu membuat sensori mereka terstimulasi, itu menyenangkan buat mereka, termasuk fenomena Om Telolet Om," kata Ratih saat dihubungi Health-Liputan6.com pada Rabu (21/12/2016)
Advertisement
"Itu kan suara, kemudian ada yang membentuk satu lagu yang familiar di telinga mereka. Pada akhirnya, membuat anak-anak kayak selalu menanti si supir bus memainkan lagu tersebut," kata Ratih menambahkan.
Menurut Ratih, hal baik yang bisa dilihat dari video Om Telolet Om adalah anak kecil itu memang lebih mudah merasakan kebahagiaan ketimbang orang dewasa. Karena kegiatan itu merangsang sensori mereka.
"Sensori proses kita kan ada 7 macam. Dua di antaranya visual dan auditori. Om Telolet Om ini merangsang auditori mereka karena pada dasarnya anak lebih mudah belajar lewat musik," kata Ratih.
Teriakan "Om Telolet Om" dari anak-anak di kawasan Jepara ke setiap bus besar yang melintas di depan mereka mendunia. Kemarin malam, Om Telolet Om menjadi tranding topik dunia di Twitter.
Sejumlah artis dunia pun didera demam Om Telolet Om. Rata-rata isi kicauan mereka terkait Om Telolet Om adalah menanyakan maksud dari ungkapan itu.
Kebiasaan meneriakkan Om Telolet Om ke setiap bus yang melintas bukan hal baru. Tak hanya berteriak, ada pula anak-anak yang sengaja menulis kalimat "Om Telolet Om" di kertas dan menunjukkannya ke sang supir bus.
Namun, Ratih juga melihat Om Telolet Om ini ada sisi negatifnya. Beberapa video yang telah Ratih lihat, ada beberapa yang memperlihatkan aktivitas selfie di depan busnya. Jelas itu agak ekstrem dan membahayakan.
"Karena Om Telolet Om ini lokasinya di jalan raya, harus dipantau oleh orangtua. Sebab, regulasi fisik dan diri anak belum terlalu oke. Takutnya, karena terlalu happy, mereka tidak bisa mengontrol diri, berbahaya