Sukses

Sindrom Patah Hati Bisa Memicu Serangan Jantung, Kok Bisa?

Sehari setelah putrinya meninggal, aktris Debbie Reynolds juga menghembuskan napas terakhirnya dan diduga karena sindrom patah hati.

Liputan6.com, Jakarta Pada tanggal 28 Desember 2016 kemarin, aktris senior Hollywood Debbie Reynolds meninggal dunia. Ia didahului oleh putrinya, Carrie Fisher, yang juga merupakan salah satu bintang terfavorit Hollywood dengan peran paling populer sebagai Princess Leia dalam trilogi Star Wars.

Meski kepergian Debbie diyakini terpicu oleh stroke, namun perbedaan waktu meninggal antara dirinya dan putrinya yang hanya sehari menunjukan adanya kemungkinan sang ibu mengalami gejala ‘broken heart syndrome’ dan meninggal karena patah hati kehilangan anaknya.

Sindrom patah hati atau yang lebih resmi dengan sebutan takotsubo cardiomyopathy ini memang masih dalam tahap penelitian namun tidak menutup kemungkinannya menjadi alasan di balik kematian seseorang.

“Pengalaman patah hati dalam kehidupan sehari-hari memiliki konsekuensi buruk pada kesehatan jantung seseorang,” tulis American Heart Association dalam sebuah penelitian yang telah dipublikasikan pada bulan April kemarin, mengutip New York Daily News, Jumat (30/12/2016).

Penjelasannya berlanjut, “Seseorang bisa mengalami ‘broken heart syndrome’ tanpa harus memiliki riwayat penyakit jantung dan bisa dengan mudah terpicu oleh situasi pematah hati seperti perceraian, putus cinta, perpisahan, penolakan dan sejenisnya.”

Namun sindrom patah hati tidak seperti serangan jantung yang bisa diketahui melalui bukti penyumbatan pada arteri di jatung. Para dokter berpendapat, ketika orang sedang mengalami sindrom patah hati, jantungnya melebar sesaat, membuat darah tidak terpompa dengan baik.

Kemudian, dari situ muncul tanda-tanda serangan jantung. Sindrom ini diketahui lebih banyak mengintai kaum hawa dibandingkan pria.