Liputan6.com, Yogyakarta - Dekan Fakultas Peternakan UGM, Ali Agus memaparkan kasus antraks pertama di Indonesia ditemukan di Teluk Betung Lampung pada 1884. Setahun kemudian, tuturnya, terjadi di Buleleng Bali, Rawas Palembang, dan Lampung. Pada 1886, antraks dilaporkan terjadi di Banten, Padang, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
"Jadi penyakit ini bukan jenis baru, menjadi populer lagi karena ada kasus di Girimulyo Kulonprogo," ujarnya di UGM, Sabtu (21/1/2017).
Ia mengungkapkan penyakit hewan karena infeksi Bacillus Anthracis ini bisa menular kepada manusia atau zoonosis dan sporanya dapat bertahan puluhan tahun.
Advertisement
"Bisa disebut sebagai penyakit zoonosis yang laten karena sewaktu-waktu bisa muncul jika penanganan tidak tuntas," ucap Ali.
Ia menyebutkan, daerah endemik antraks di Indonesia meliputi 11 provinsi, yaitu, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, NTB, NTT, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tenggara, dan DKI Jakarta.
Menurutnya, untuk kepentingan jangka panjang diperlukan keterbukaan informasi sebagai bagian dari edukasi publik dalam rangka mencerdaskan kehidupan umum.
Ali menambahkan, aspek biosekuriti harus dilakukan peternak secara teratur.
"Jika ada kejadian atau gejala sakit pada ternak bisa menghubungi dinas peternakan terdekat," kata dia.
Ketua Departemen Kesehatan Hewan Fakultas Kedokteran Hewan UGM Bambang Sumiarto mengungkapkan prevalensi antraks belum bisa dihitung sebab sifatnya kasuistik. Di DIY, tuturnya pernah terjadi di Pakem Sleman beberapa tahun lalu.
"Dan yang di Kulonprogo ini kasus kedua di DIY, kata Bambang.
Ia juga menilai, penyakit antraks yang tertular ke manusia sifatnya kecelakaan karena jarang terjadi. (Switzy Sabandar )