Liputan6.com, Jakarta Pendengaran manusia diciptakan secara stereo yang mana ditandai dengan adanya telinga kiri-kanan yang berfungsi baik. Keunggulan mendengar kedua telinga mulai dari bisa menentukan lokasi sumber bunyi hingga mampu menangkap percakapan di tempat ramai dan bising lebih fokus.
Baca Juga
Advertisement
Namun, apa yang terjadi bila seseorang menderita gangguan pendengaran tingkat berat? Terutama gangguan pendengaran berat pada anak-anak.
Staf Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr Harim Priyono, SpTHT-KL(K) mengatakan, gangguan pendengaran berat bisa diatasi dengan memakai alat bantu pendengaran.
Bila kondisi pasien dilihat dari hasil screening tidak dapat dibantu dengan alat bantu dengar, satu-satunya solusi adalah implan koklea. Operasi implan koklea berupaya memperbaiki bagian telinga dalam sehingga pasien bisa mendengar dengan baik.
"Sebelumnya, terlebih dahulu dilihat fungsi pendengaran pada masing-masing telinga. Fungsi telinga tidak selalu sama. Misal, telinga kiri mengalami gangguan pendengaran ringan, sedangkan telinga kanan mengalami gangguan pendengaran berat. Telinga kiri bisa memakai alat bantu dengar konvensional. Telinga satu lagi menggunakan implan koklear," jelas Harim saat berbincang dengan Health-Liputan6.com di RSCM Kencana, Selasa, 24 Januari 2017.
Artinya, pasien bisa memakai alat bantu dengar dan implan koklea secara bersamaan.
Pertimbangan pemasangan implan koklea
Implan koklea dapat dipasang satu atau kedua telinga. Menurut dokter Harim, ada beberapa pertimbangan yang harus diketahui orangtua dalam pemasangan implan koklea.
Utamanya, pemasangan implan koklea saat kondisi gangguan pendengaran sangat berat.
Pertimbangan lain, sesuai kondisi di Indonesia, alat implan koklea belum mampu didukung asuransi dan pemerintah. Faktor ekonomi pun menjadi masalah nomor satu.
"Untuk berkomunikasi, pemasangan satu sisi implan koklea sudah cukup. Hanya saja pemasangan implan koklea pada dua telinga dipertimbangkan orangtua. Mereka mungkin melihat anaknya nanti agak kesulitan mendengar. Apalagi di lingkungan yang bising dan ramai. Kedua, mungkin anak akan sulit menentukan sumber bunyi," jelas dokter Harim.
Advertisement