Sukses

Hari Gizi 2017: Obesitas pada Anak Tak Tergantung Ekonomi

Obesitas atau kegemukan pada anak, tak lagi menjangkiti anak-anak dari kalangan ekonomi menengah ke atas saja.

Liputan6.com, Jakarta Obesitas atau kegemukan pada anak, tak lagi menjangkiti anak-anak dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Obesitas kini dialami anak dari kelas menengah ke bawah. Temuan ini didapat dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan setiap tiga tahun.

Dalam Riskesdas terakhir yang dirilis pada 2013, angka anak usia lima sampai 12 tahun yang mengalami obesitas tercatat sebesar 8 persen di seluruh Indonesia. Sementara anak di bawah usia lima tahun, tercatat sebesar 11,8 persen di seluruh Indonesia.

Direktur Gizi Kementerian Kesehatan, Doddy Izwardy menerangkan, tak ada perbedaan jumlah yang signifikan antara anak dari kelas ekonomi terbawah dan teratas yang mengalami obesitas.

“Sangat tipis perbedaannya. Padahal sering kita bilang yang miskin dia kurus yang kaya gemuk, tapi di sini (masalah obesitas), enggak,” kata Doddy kepada b, Kamis (19/1/2017).

Dalam Riskesdas 2013 terungkap, angka anak obesitas dari kalangan ekonomi terendah mencapai 6,1 persen. Sedangkan, obesitas pada anak dari kalangan ekonomi teratas mencapai 11,4 persen.

Doddy menerangkan, masalah ini dilatari hal yang sama. Yakni, kurangnya kesadaran mengonsumsi makanan bergizi saat hamil, dan kesalahan pola asuh. Akibatnya, kata Doddy, bayi yang lahir mengalami kekurangan gizi.

Untuk menutupi kekurangan ini, banyak orangtua membiarkan anaknya mengonsumsi susu formula, yang mengandung laktosa. Doddy menyebut, kandungan dalam susu formula berbahaya.

Rasa manis, asin dan lemak yang terkandung di dalam susu formula, disebut Doddy, akan menyumbat keinginan bayi untuk menyusu ASI. Padahal, kata dia, lambung anak kecil itu masih terlalu kecil dan tidak bisa menerima asupan gizi berlebih.

“Sehingga menimbulkan obesitas dan mengalami gangguan toleransi glukosa,” kata Doddy tentang salah satu penyebab obesitas pada anak.