Liputan6.com, Jakarta Kanker menjadi 'pembunuh' yang mengerikan bagi masyarakat di dunia. Data Union for International Cancer Control (UICC) menunjukkan, dalam rentang dua dekade terakhir, sebanyak 21,7 juta orang di dunia terkena kanker secara langsung.
Baca Juga
Advertisement
Dari jumlah orang tersebut, muncul pertanyaan, pria atau wanita yang paling banyak mengidap kanker?
Menanggapi pertanyaan tersebut, dokter spesialis onkologi Prof Dr dr Aru Wisaksono Sudoyo SpPD-KHOM, FACP mengatakan, tidak bisa secara lugas menjawab, pria atau wanita yang mengidap kanker paling banyak.
"Tidak bisa secara langsung dijawab jenis kelamin mana yang paling banyak mengidap kanker. Hal ini tergantung jenis kanker yang menyerang masing-masing jenis kelamin. Kalau pria, lebih banyak menderita kanker paru-paru--karena pria lebih banyak yang merokok--prostat, dan kanker usus besar. Sementara itu, kanker payudara, serviks, dan kanker usus besar yang paling banyak menyerang wanita," kata dr Aru saat ditemui dalam konferensi pers peringatan Hari Kanker Sedunia 2017 di Yayasan Kanker Indonesia, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Ia menambahkan, jenis kanker yang diidap pria atau wanita bisa saja berubah. Contohnya, kanker usus besar pada awalnya menempati posisi sepuluh besar dunia. Namun, seiring waktu, pria dan wanita justru banyak yang mengidap kanker usus besar. Bahkan kanker usus besar sudah menduduki posisi lima besar kanker di dunia.
Turunkan angka kanker
Untuk menurunkan angka pengidap kanker, dr Aru menyarankan deteksi dini. Deteksi dini sangat diperlukan untuk mengetahui gejala yang berisiko terhadap kanker.
Misalnya, Anda bisa melakukan screening atau pemeriksaan mammogram (pemeriksaan menggunakan sinar X) untuk mengetahui gejala kanker payudara.
"Deteksi dini dapat menurunkan angka pengidap kanker sehingga harapan hidup meningkat. Misal, pasien dengan kanker stadium satu dan dua segera memeriksakan diri dan mendapatkan perawatan segera. Angka harapan hidup bisa bertambah 20 persen sampai 30 persen dibanding pasien yang sudah stadium lanjut," jelas dr Aru.
Advertisement