Liputan6.com, Jakarta Budaya timur dan barat memang berbeda. Tergantung Anda berbicara dengan siapa, ada yang menganggap budaya barat lebih baik atau sebaliknya. Namun memfokuskan pada satu hal, ada satu budaya yang memang harus diakui, dilakukan lebih baik oleh orang dari dunia belahan barat: budaya mengantre.
Di Indonesia, melihat orang menyerobot antrean bukanlah hal yang aneh. Di antrean commuter line atau di pasar tradisional misalnya--yang perpaduan masyarakatnya lebih beragam--hal ini lebih sering ditemukan. Namun, saat Anda mengantre membeli tiket bioskop atau di kafe, hal ini lebih jarang terjadi.
Baca Juga
Lantas, apakah hal ini berarti budaya mengantre berhubungan dengan kelas sosial atau tingkat pendidikan?
Advertisement
Mengutip suatu makalah tentang budaya antre di India--yang masih sama-sama memegang nilai ketimuran--masyarakat di sana juga belum terbiasa setia dan disiplin berada dalam garis antrean.
Menurut sang penulis, Teruko Kagohashi, seorang pendidik lintas budaya dan konsultan pola asuh yang lama tinggal di Negeri Taj Mahal itu dan mengadakan riset kecil-kecilan tentang hal ini, ini karena pola pikir masyarakat India yang pragmatis dan berfokus pada hasil. Mengutip buku Being Indian, yang ditulis oleh Pavan K Varma, Kagohashi mengatakan orang India memiliki keinginan untuk berambisi untuk terus meningkatkan taraf hidupnya dan terus maju setiap kali ada kesempatan. Ini karena mereka memang tinggal di masyarakat yang berpopulasi tinggi, kompetitif, dan memiliki strata sosial.
Belum lagi Varma juga mengatakan, pada dasarnya orang India beranggapan, hidup itu memang tidak adil. Jadi mereka tidak bisa melihat apa untungnya untuk mengantre dan menunggu giliran saat mengantre.
Mengingat sedikit banyak kebiasaan menyerobot antrean di Indonesia terjadi pada tempat-tempat yang pencampuran masyarakatnya lebih beragam, pola pikir masyarakat India ini sepertinya sedikit banyak mewakili pola pikir orang-orang yang hobi menyerobot antrean.
Namun bukan berarti Anda harus membiarkannya.
Melihat ke sisi seberang, ke dunia bagian barat, anak-anak di Inggris sedari kecil sudah sangat diajarkan untuk setia pada antrean. Malah, menurut situs Child Minding Best Practice, budaya antri adalah salah satu dari 10 nilai-nilai masyarakat Inggris yang HARUS diajarkan pada anak.
Dan tak bisa dipungkiri, masyarakat Inggris--dengan negara monarkinya--dianggap sebagai orang-orang tersopan dan penuh tata krama. Dan, negara mereka adalah salah satu yang paling maju.
Mengutip tulisan si penulis, "Jangan biarkan anak-anak yang Anda asuh tumbuh besar dengan sangat tak beradab. Ingat, ketika kita mendorong anak-anak untuk membentuk garis antrean, mereka belajar untuk menegakkan bahan dasar yang menyatukan negara kita." Dan dia hanya sedang berbicara tentang budaya antre yang sering kita remehkan.
Lantas sebenarnya, apa pentingnya mengajarkan anak-anak Anda budaya antre?
Tak bisa dipungkiri, zaman sekarang anak-anak tidak diajarkan untuk menunggu. Pepatah lama "good things happen to those who wait" sepertinya sudah lama dilupakan. Anak-anak sudah tak diajarkan lagi seninya menunggu sesuatu.
Padahal, menunggu adalah sesuatu yang penting untuk kesuksesan anak Anda. Belajar antri anak-anak belajar untuk mengontrol sifat impulsifnya. Dan hal ini, memiliki banyak sekali manfaat bagi tumbuh kembangnya.
Melansir Verywell, Kamis (16/2/2017) berikut beberapa keuntungan yang biasa didapatkan anak hanya dari membiasakan diri mengantre:
1. Sukses secara akademis
Anak-anak yang bisa mengontrol diri akan mampu bertahan berada di antrean, bisa menunggu giliran mereka bermain, dan bisa berpikir sebelum melakukan sesuatu. Mereka juga cenderung jadi lebih sukses dibanding teman-temannya karena mereka bisa menghadapi tekanan lingkungan dan menyelesaikan masalah secara sukses.
Bisa mengontrol diri berkontribusi juga pada kesuksesan akademis. Kontrol diri dua kali lebih penting dibanding kecerdasan ketika berbicara tentang pencapaian akademis--menurut peneliti ilmu saraf Sandra Asmodt dan Sam Wang. Keduanya menulis buku Welcome to Your Child's Brain.
Anak-anak yang bisa mengontrol dorongannya (impulse) bisa berpikir terlebih dahulu sebelum menulis jawaban. Mereka juga memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah. Mereka juga lebih bisa mentoleransi rasa frustrasi saat berusaha menyelesaikan sesuatu.
Advertisement
Eksperimen Marshmallow
2. Lebih cerdas dan kreatif
Eksperimen Marshmallow dari Stanford menggarisbawahi pentingnya kemampuan mengontrol dorongan pada anak.
Percobaan ini melibatkan serangkaian eksperimen, dilakukan pada tahun 1960an dan 1970an oleh Walter Mischel, seorang profesor di Stanford University, AS.
Penelitian ini mengetes kemampuan anak-anak untuk menunda gratifikasi. Anak-anak berusia 4-6 tahun diberi pilihan: mengambil satu buah marshmallow saat itu juga, atau mendapatkan dua buah marshmallow jika mereka bisa menunggu 15 menit.
Kebanyakan anak berusaha untuk menunggu selama 15 menit, agar mereka bisa mendapatkan lebih banyak marshmallow. Namun, banyak dari mereka yang menyerah dan hanya 30 persen anak yang sukses menunggu.
Mereka yang bisa menunggu menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mengelola stres dan mengendalikan marah.
Anak-anak yang berhasil menunggu mampu mendistraksi diri mereka dan berbicara pada diri sendiri untuk menyemangati diri sendiri saat menunggu. Anak-anak yang lain bisa sukses dengan cara mengecilkan godaan.
Beberapa anak pura-pura menganggap marshmallow tadi adalah awan, sementara yang lain mengatakan pada diri mereka sendiri kalau marshmallow itu hanyalah foto, bukan sungguhan. Hal ini melatih anak untuk jadi lebih kreatif.
Studi lanjutan pada anak-anak yang sukses menunggu tadi menemukan, mereka memiliki lebih sedikit permasalahan tingkah laku. Mereka juga cenderung lebih populer di antara teman-temannya, dan mampu mempertahankan persahabatan lebih lama.
Kemampuan menunggu ini--yang bisa dilatih dengan membiasakan budaya antri--memberi keuntungan pada anak sampai nanti. Mereka yang bisa sabar menunggu memiliki nilai yang lebih tinggi saat remaja.
Kemampuan anak untuk sabar mengantri bukanlah karakter bawaan. Hal itu adalah kemampuan yang harus dilatih dan dikembangkan.
Dengan disiplin yang cukup, Anda bisa mengajarkan anak bagaimana dia bisa belajar bersabar dan mengontrol dorongannya. Hal ini akan membuatnya memiliki kemampuan untuk berpikir sebelum melakukan sesuatu, menjadi lebih kreatif, lebih sabar, dan lebih mampu mengelola stres.
Hal ini yang nantinya akan menjadikan mereka orang-orang dewasa yang sukses, baik secara mental dan finansial.