Liputan6.com, Jakarta Delapan bulan setelah Anissa Octiandari lahir pada Oktober 1993, dokter mendiagnosisnya terkena thalassemia. Jarum suntik dan transfusi darah menjadi temannya setiap bulan. Namun, kondisi ini tidak menghalangi dirinya memiliki kehidupan seperti orang lain.
"Tahun 90-an, tak banyak orang tahu apa itu thalassemia. Saat orangtua tahu apa itu thalassemia, syok mereka," tuturnya berbincang dalam LoveDonation di Mal Ciputra Jakarta, Minggu (19/2/2017).
Pada era 90-an informasi mengenai kondisi ini tidak banyak yang tahu. Mungkin pernah mendengar istilahnya tapi tidak tahu seperti apa. Thalassemia adalah kelainan genetik sel darah merah di mana pembentuk utama sel darah merah tidak terbentuk sebagian atau semuanya. Sehingga produksi sel darah merah berkurang atau tidak ada.
Advertisement
Annisa tak ingat kondisinya saat kecil menjalani transfusi darah. Baru saat beranjak duduk di Sekolah Dasar dia menyadari kondisinya istimewa dibandingkan teman-teman lainnya.
"Pas SD saya suka mimisan, setiap bulan izin enggak masuk untuk ke dokter. Sempat sih ada perasaan, kok saya sering enggak masuk sementara teman-teman saya tidak, kok saya harus bolak-balik ke rumah sakit transfusi darah teman-teman saya tidak," cerita Annisa.
Namun seiring berjalannya waktu plus dukungan besar dari kedua orangtua, Annisa menyadari kondisinya. Meskipun orangtua khawatir akan kondisi putri pertama mereka, Annisa boleh tetap berolahraga seperti berenang.
Orangtua Annisa pun proaktif. Setiap pergantian jenjang sekolah mereka bakal mendatangi kepala sekolah untuk memberi tahu bahwa Annisa mengidap thalassemia. Sehingga dalam satu bulan akan izin untuk ke rumah sakit dan tidak bisa terlalu lelah.
Saat kuliah mengambil jurusan Biologi di Universitas Padjajaran Bandung, orangtuanya pun menghadap dosen serta kakak angkatan untuk memberi tahu bahwa Annisa memiliki thalassemia.
"Saya tidak malu dengan kondisi ini, malah orang-orang di sekitar saya perlu tahu," tuturnya.
Kini, gadis asal Bogor ini pun sudah merampungkan studinya. Aktivitasnya kini sedang menjalankan Thalassemia Movement, sebuah komunitas independen untuk menyebarkan informasi thalassemia kepada masyarakat luas.
"Saya ingin masyarakat tahu bahwa thalassemia itu bukan penyakit menular dan dapat dicegah dengan skrining sel darah merah (thalassemia). Saya bersama teman-teman Thalassemia Movement ingin menyebarkan informasi tentang thalassemia sehingga tidak ada bayi yang lahir dengan kondisi ini," ungkapnya tegas.
Jika pasangan sebelum menikah mengetahui keduanya pembawa sifat thalassemia, maka 25 persen kemungkinan anak yang dilahirkan dengan thalassemia mayor, 25 persen lahir sebagai pembawa sifat, dan 50 persen normal.
"Jadi penting sekali bagi yang akan menikah melakukan skrining sel darah merah. Jadi tahu apakah dirinya pembawa sifat thalassemia atau bukan," pesan Annisa.