Liputan6.com, Jakarta Masa balita Mufidah Amalia dilalui dengan bahagia dan menyenangkan layaknya anak-anak lain. Menginjak usia lima tahun, kondisi tubuhnya berbeda. Mufi, begitu dia disapa, kondisi tubuhnya jadi mudah drop dan lemas.
Setelah pergi memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit, baru diketahui bahwa dirinya mengidap thalasesmia. Sebuah kelainan genetik sel darah merah yang rantai protein pembentuk utama sel darah merah tidak terbentuk sebagian atau semua. Kondisi ini membuat tubuhnya tidak bisa memproduksi sel darah merah. Alhasil, sejak saat itu, gadis kelahiran 20 Juli 1997 ini menjalani transfusi darah sekitar tiga minggu sekali di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Baca Juga
Setiap tiga minggu sekali Mufi harus izin sekolah paling tidak selama dua hari. Satu hari untuk cek kondisi tubuh dan transfusi darah, lalu keesokan harinya transfusi darah lagi. Layaknya anak-anak yang senang bermain bersama teman-teman ada kalanya muncul rasa sedih.
Advertisement
"Dulu karena masih kecil suka bertanya kenapa saya disuntikin, teman-teman saya enggak. Berat banget juga ninggalin sekolah, enggak boleh ikut ekskul karena orang thalassemia enggak boleh capek," cerita Mufi saat bertemu di LoveDonation di Mal Ciputra Jakarta pada Minggu (19/2/2017).
Selain itu, sempat juga muncul rasa bosan karena dirinya harus mengonsumsi obat belasan tablet setiap hari. Hal itu membuat Mufi memilih pengobatan alternatif di usia 14 tahun.
"Selama dua bulan saya stop pengobatan rumah sakit. Saya optimis bisa sembuh saat itu, eh tapi malah badan amat drop dengan kadar HB 5 (gr/dl) padahal normalnya kan 12 (gr/dl)," kenangnya.
Sejak saat itu dia kembali menjalani pengobatan medis hingga kini usianya 19 tahun. Setiap tiga minggu sekali dia menyambangi RSCM untuk mengontrol kondisi serta tranfusi darah.
Tak ingin ada bayi lain mengalami kondisi seperti dirinya, setahun terakhir ini Mufi aktif dalam Thalassemia Movement. Sebuah gerakan yang aktif dalam memberikan informasi mengenai thalassemia dan pencegahannya.
"Bahwa thalassemia itu tidak menular, belum dapat disembuhkan, pengobatannya mahal dan komplikasinya banyak," tuturnya.
Untuk pencegahan bisa dilakukan dengan skrining sel darah merah. "Nanti ketahuan apakah pembawa sifat thalassemia atau tidak. Jika iya, maka 25 persen kemungkinan anak lahir dengan thalassemia mayor, 25 persen kemungkinan pembawa sifat, dan 50 persen sehat," pesannya.