Sukses

Kebiasaan Mengisap Jempol Masih Terbawa Sampai Dewasa

12 persen orang dewasa masih gemar mengisap jempol. Mereka baru berhenti karena beberapa hal.

Liputan6.com, Jakarta Mengisap jempol merupakan kebiasaan di masa kanak-kanak yang semestinya hilang saat kita tumbuh dewasa.

Mengisap jempol yang tergolong perilaku refleks survival, yang sudah dialami seorang anak sejak masih berada di dalam rahim, memang tidak boleh dibiarkan karena akan berdampak pada rusaknya gigi. Bahkan, sejumlah pakar menyebut, mengisap jempol bisa membuat gigi menjadi tonggos.

Namun, sebuah survei yang dilakukan badan kesehatan di London menemukan, 12 persen orang dewasa masih saja melakukan kebiasaan masa kecil ini.

Dari hasil survei itu diketahui, kebiasaan mengisap jempol masih terbawa sampai dewasa karena para responden beranggapan bahwa itu adalah naluri bertahan hidup dan tanpa disadari memberi kenyamanan tersendiri.

Sandra Trebinski dari Hypnotherapy Centre, di Windsor, Berkshire, membenarkan bahwa mengisap jempol memberi rasa nyaman secara emosional pada saat dilanda stres.

Meski begitu, tak sedikit pula yang pada akhirnya mencari bantuan psikologis atau terapis untuk menghentikan kebiasaan mengisap jempol ini. Tidak lain karena ledekan dari orang sekitar yang tidak tahu menahu bahwa untuk sebagian orang, mengisap jempol adalah pereda stres paling jitu.

"Banyak yang mengatakan, mengisap jempol adalah pereda stres, baik itu di tempat kerja, maupun saat sedang ujian. Namun, mereka akhirnya mencapai titik kritis, dan ingin berhenti," kata Sandra dikutip dari situs Daily Mail, Kamis (9/3/2017)

Sebagian lagi yang datang kepadanya karena ternyata kebiasaan mengisap jempol membuatnya harus pasang behel demi memperbaiki posisi gigi yang berantakan.

"Ada juga yang ingin menghentikan kebiasaan itu karena tak ingin tampil buruk di depan pasangan," kata Sandra menambahkan.